Invoice Susi Air untuk BBR Aceh-Nias 20 Tahun Lalu Viral: Tagihan Nol Rupiah, Pesan Jaga Hutan

1 day ago 14

harapanrakyat.com,- Sebuah Invoice penerbangan Susi Air yang ditujukan kepada Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias, tertanggal 25 Desember 2005, viral setelah banjir besar melanda Aceh pada akhir 2025. Dokumen itu memuat pesan tegas dari pendiri Susi Air, Susi Pudjiastuti, mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Setelah tsunami 2004 yang meluluhlantakkan Aceh, pesawat Caravan Susi Air berperan vital menjangkau wilayah terpencil yang terisolasi seperti Meulaboh, Simeulue, dan Nias. 

Pesawat tersebut mengangkut bantuan logistik, obat-obatan, serta relawan dengan total lebih dari 20 jam penerbangan. Namun, di tengah misi kemanusiaan tersebut, BRR Aceh-Nias menerima sebuah Invoice yang tidak memuat angka pembayaran sebagaimana lazimnya.

Baca Juga: Aduh! Susi Pudjiastuti Ultimatum Cak Imin Soal Kebijakan Lingkungan: Kalau Tidak Tepati Janji Saya Tenggelamkan

Isi Invoice Susi Air 20 Tahun Lalu yang Viral Pasca Banjir Aceh dan Sumatra

Alih-alih menagih biaya penerbangan, Susi Pudjiastuti menyatakan dalam dokumen itu bahwa “harga” yang harus dibayar adalah komitmen nyata menjaga hutan. Kemudian isi invoice itu juga ada permintaan untuk membangun akses penerbangan untuk masa depan. 

Dalam Invoice tersebut, Susi menulis, “No legal (HPH) or illegal logging of any natural and prime forests in Aceh and on Nias. Building of runways for small aircraft in remote and undeveloped areas of Aceh and Nias.”

Pesan tersebut menegaskan larangan total terhadap penebangan hutan alam, serta dorongan pembangunan landasan pacu pesawat kecil agar Aceh lebih tangguh menghadapi keadaan darurat ke depan. Unggahan ulang dokumen tersebut oleh akun Facebook Risman Rachman menarik perhatian warganet. 

“Susi Air hanya menagih pembayaran berupa aksi nyata dalam menentang penebangan liar. Serta komitmen membangun akses udara untuk masyarakat terpencil,” ujar Risman dikutip Selasa (9/12/2025). 

Peringatan yang Tak Dihiraukan

Risman menilai pesan tersebut kini terasa seperti “peringatan yang tak dihiraukan”. Banjir besar yang menenggelamkan sebagian wilayah Aceh di penghujung 2025 seolah menjadi konsekuensi dari peringatan yang tak diindahkan. 

“Angka deforestasi Januari hingga Oktober 2025 tercatat 27.854 hektare. Dan kini, hujan seakan berbisik, ‘andai saja ada yang dengar surat itu’,” tulis Risman dalam unggahannya. 

Risman menegaskan bahwa kerusakan hutan pasa masa lalu kini harus dibayar mahal. Ia juga mengakui bahwa sebagian usulan sudah terealisasi, dengan hadirnya bandara perintis dan perpanjangan runway di sejumlah daerah. 

Namun, ia menyoroti bahwa “infrastruktur saja tidak cukup” karena saat bencana terjadi, armada pesawat kecil yang dibutuhkan untuk distribusi cepat bantuan justru tidak tersedia.

Baca Juga: Pemerintah dan Swasta Kerahkan Alat Berat ke Daerah Terisolir Terdampak Bencana di Aceh dan Sumatera

Menutup keterangannya, Risman mengingatkan bahwa Invoice Susi Air yang ditutup dengan pesan “Salam dan Cinta Kasih yang Besar” dari Susi Pudjiastuti itu kini menjadi pelajaran berharga. Menurutnya pembangunan sejati tak hanya memulihkan yang rusak, tetapi melindungi yang tersisa dan menjamin kesiapsiagaan menghadapi bencana yang datang kembali. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |