Seorang panglima perang dengan strategi luar biasa, keberanian tanpa batas, dan loyalitas tinggi kepada Islam. Itulah Khalid bin Walid, sosok sahabat Nabi yang bergelar Saifullah. Gelar ini bukan sekadar julukan, tetapi sebuah pengakuan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Nama ini menjadi simbol kemenangan yang membuat lawan gentar dan pasukan Muslim semakin bersemangat.
Sejarah Islam mencatat Khalid bin Walid sebagai pemimpin yang tak pernah kalah dalam pertempuran. Setiap langkah dan keputusannya di medan perang menjadi bukti kecerdasannya. Tidak hanya ahli pedang, ia juga mampu membaca situasi dengan cepat. Kemenangan bukan hanya tentang jumlah pasukan, tetapi juga strategi yang tepat.
Baca Juga: Kisah Anas bin Malik, Pelayan Nabi Muhammad SAW yang Juga Periwayat Hadis
Nama dan kisah Khalid bin Walid terus menginspirasi generasi Muslim hingga kini. Keberaniannya menjadi contoh bahwa seorang pemimpin harus tegas dan berpikir cepat. Tidak hanya soal pertempuran, tapi juga tentang bagaimana membela kebenaran dan keadilan.
Sahabat Nabi yang Bergelar Saifullah, Diberikan Langsung oleh Nabi
Menurut situs ugm.ac.id, gelar Saifullah yang Nabi Muhammad SAW berikan langsung kepada Khalid bin Walid setelah Perang Mu’tah pada tahun 629 M.
Dalam pertempuran ini, pasukan Muslim menghadapi tentara Romawi yang jumlahnya jauh lebih besar. Setelah tiga komandan Muslim gugur, Khalid bin Walid mengambil alih komando dan menggunakan strategi cemerlang untuk menyelamatkan pasukan Muslim dari kekalahan total.
Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda bahwa Khalid adalah “pedang Allah” yang dihunus demi kemenangan Islam. Sejak saat itu, ia terkenal dengan gelar Saifullah.
Nabi Muhammad SAW tidak sembarangan memberi gelar kehormatan. Khalid bin Walid mendapatkannya setelah menunjukkan kepemimpinan luar biasa di Perang Mu’tah. Saat itu, pasukan Muslim menghadapi lawan dengan jumlah jauh lebih besar.
Tiga panglima Muslim sebelumnya telah gugur di medan perang. Dalam situasi genting, ia maju dan mengambil alih komando. Strateginya bukan hanya bertahan, tetapi juga mencari celah untuk membawa pasukan pulang dengan selamat.
Keberhasilannya menyelamatkan pasukan Muslim membuat Nabi Muhammad SAW menyebutnya sebagai pedang Allah yang terhunus. Sejak saat itu, ia dikenal dengan gelar tersebut dan semakin disegani.
Profil Singkat Khalid bin Walid
Khalid bin Walid lahir pada tahun 592 M dan merupakan putra dari Walid bin Mughirah serta Lababah ash-Shaghri binti al-Harits bin Harb. Ayahnya berasal dari Bani Makhzhum, salah satu marga terkemuka di kalangan suku Quraisy.
Sebagai pemimpin berpengaruh di antara orang-orang Quraisy, Khalid bin Walid memiliki paman-paman yang juga termasuk kaum terpandang. Ayahnya memiliki kebun buah yang luas, membentang dari Mekkah hingga Thaif.
Dari garis keturunan, Khalid memiliki hubungan keluarga dekat dengan Rasulullah SAW. Hal ini karena Sayyidah Maimunah, istri Nabi Muhammad SAW, adalah bibinya dari pihak ibu.
Awal Perjalanan Sebagai Panglima Perang
Sebelum masuk Islam, Khalid bin Walid, sahabat Nabi yang bergelar Saifullah ini justru berada di pihak Quraisy. Ia ikut serta dalam pertempuran melawan umat Muslim, termasuk dalam Perang Uhud. Kehebatannya dalam bertempur bahkan menjadi ancaman besar bagi kaum Muslim saat itu.
Namun, hati seorang pencari kebenaran selalu terbuka untuk hidayah. Setelah Perjanjian Hudaibiyah, ia mulai mempertimbangkan Islam dengan lebih serius. Hingga akhirnya, ia memutuskan masuk Islam dan bersumpah untuk mengabdikan hidupnya bagi agama ini.
Keputusannya bukan sekadar mengikuti tren atau mencari keuntungan. Ia benar-benar yakin dengan ajaran Islam dan ingin berjuang di jalan Allah. Sejak itu, ia menjadi salah satu panglima Muslim yang paling dihormati.
Peperangan yang Dipimpin oleh Khalid bin Walid
Pada masa Nabi Muhammad SAW, Khalid bin Walid memimpin beberapa pertempuran penting, di antaranya Perang Mu’tah, Pembebasan Mekkah, Pertempuran Hunain, Pengepungan Thaif, Pertempuran Tabuk, dan Haji Wada’.
Dalam Perang Mu’tah, Khalid kehilangan sembilan pedangnya saat bertempur. Karena kegigihannya dalam menghadapi musuh, Nabi Muhammad SAW memberinya gelar “Pedang Allah yang Terhunus”.
Pada peristiwa Pembebasan Mekkah (Fathu Makkah) tahun 630 M, Khalid memainkan peran besar dalam membangkitkan semangat pasukannya.
Perang di Era Khalifah Abu Bakar
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, banyak kaum Muslim yang murtad dan muncul beberapa orang yang mengaku sebagai nabi. Khalifah Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk menumpas mereka dalam Pertempuran Riddah dan Pertempuran Yamamah.
Baca Juga: Dhiraar ibn al-Azwar, Pejuang Terampil dan Gagah
Dalam Pertempuran Yamamah, Khalid memimpin pasukan Muslim melawan Musailamah al-Kadzdzab, seorang nabi palsu. Meskipun jumlah pasukan Muslim jauh lebih sedikit, mereka berhasil meraih kemenangan.
Penaklukan Persia dan Romawi
Khalid bin Walid juga berperan penting dalam ekspansi Islam ke wilayah Persia dan Romawi. Bersama 18.000 pasukan Muslim, ia berhasil menaklukkan Persia dengan cepat dan meraih kemenangan dalam empat pertempuran berturut-turut, yaitu:
- Pertempuran Chains
- Pertempuran Sungai
Pertempuran Walaja - Pertempuran Ullais
Keberhasilan ini menjadikannya salah satu jenderal terbesar dalam sejarah Islam.
Strategi Perang yang Selalu Membuahkan Kemenangan
Kehebatan sahabat Nabi yang bergelar Saifullah ini tidak hanya terletak pada kemampuannya mengayunkan pedang. Ia memiliki pemikiran taktis yang selalu membuat pasukan lawan kewalahan. Ia paham bahwa perang bukan hanya tentang kekuatan, tapi juga kecerdikan.
Dalam setiap pertempuran, ia tidak asal menyerang tanpa rencana. Ia menganalisis kekuatan lawan, memahami medan, dan mencari strategi terbaik untuk menang. Bahkan ketika menghadapi pasukan yang jauh lebih besar, ia tetap mampu membalikkan keadaan.
Keberhasilannya dalam berbagai pertempuran melawan Bizantium dan Persia semakin membuktikan kemampuannya. Ia menjadi simbol kemenangan dan kebanggaan umat Islam pada masanya.
Akhir Hayat Seorang Pejuang
Meskipun menghabiskan hampir seluruh hidupnya di medan perang, sahabat Nabi yang bergelar Saifullah ini tidak wafat di pertempuran. Khalid bin Walid meninggal karena sakit di tempat tidurnya. Hal ini menjadi ironi mengingat ia selalu berada di garis depan dalam setiap peperangan.
Sebelum wafat, ia mengungkapkan bahwa di tubuhnya tidak ada satu pun bagian yang luput dari luka perang. Namun, Allah menakdirkannya untuk menghembuskan napas terakhir dalam keadaan tenang. Ia meninggalkan dunia dengan kehormatan dan nama yang tetap dikenang.
Kepergiannya tidak menghapus jejak sejarah yang telah ia ukir. Hingga kini, namanya tetap menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin berjuang di jalan kebenaran. Keberaniannya menjadi teladan bahwa membela agama tidak selalu harus dengan pedang, tetapi juga dengan hati yang teguh dan strategi yang bijaksana.
Baca Juga: Kisah Abu Hurairah dan Kucing, Kasih Sayang Pada Semua Makhluk Allah
Kisah Khalid bin Walid, sahabat Nabi yang bergelar Saifullah, mengajarkan bahwa keberanian, strategi, dan pengabdian adalah kunci dalam perjuangan. Ia tidak hanya ahli dalam pertempuran, tetapi juga memiliki kecerdasan luar biasa dalam menyusun taktik. Keputusan dan keberaniannya membawa kemenangan besar bagi umat Islam, menjadikannya legenda yang dikenang sepanjang sejarah. (R10/HR-Online)