Sejarah Cultuurstelsel di Lembang pada Masa Kolonial Belanda

9 hours ago 31

Sejarah cultuurstelsel di Lembang pada zaman kolonial Belanda memberikan dampak nyata bagi wilayah tersebut hingga sekarang. Lembang yang memang menjadi bagian dari wilayah Priangan turut mengalami sistem cultuurstelsel atau tanam paksa. Berikut akan kita bahas lebih lanjut mengenai sejarah kolonial Belanda yang akhirnya memberi peninggalan untuk Jawa Barat ini.

Baca Juga: Menguak Jejak Sejarah Rawa Lakbok dalam Catatan Kolonial, Wilayah Hitam Ciamis yang Ditakuti 

Sejarah Cultuurstelsel di Lembang yang Diterapkan Tahun 1830

Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa tentunya sudah bukan menjadi istilah yang asing bagi rakyat Indonesia. Sebab istilah tersebut sering dibahas dalam pembelajaran sejarah untuk mengingat masa kolonialisme Belanda di masa lalu. Sistem ini adalah kebijakan Belanda yang mewajibkan rakyat menanam tanaman tertentu dan menyetorkan hasilnya pada Belanda.

Sistem tanam paksa ini diperkenalkan pada tahun 1830 oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Kebijakan ini kemudian berlaku untuk wilayah Priangan termasuk lembang dan beberapa daerah yang ada di sekitarnya. Dalam sistem ini petani wajib menanam tanaman ekspor di sebagai tanahnya dan menyerahkan hasilnya pada Belanda.

Petani wajib menanam berbagai tanaman ekspor berharga seperti kopi, teh, kina, hingga tembakau. Dalam sejarah cultuurstelsel di Lembang ini, Belanda memilih komoditas yang laku di pasar global sehingga lebih keuntungan. Tujuannya pun tidak lain untuk meningkatkan ekonomi dan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari negeri koloninya.

Sistem tanam paksa yang diterapkan pada Tanah Priangan ternyata mampu memberikan hasil cukup memuaskan. Perkebunan komoditas kopi di Priangan pun berkembang pesat dan memberikan hasil panen yang melimpah. Selain itu komoditas lain yang tidak kalah berharga seperti teh juga terus mengalami peningkatan hasil.

Berasal dari Sistem Preangerstelsel

Sistem tanam paksa cultuurstelsel sendiri sebenarnya lahir karena adanya sistem Preangerstelsel atau sistem Priangan. Preangerstelsel merupakan sistem tanam paksa kopi yang berlaku di wilayah Parahyangan pada tahun 1720. Rakyat wajib menanam kopi dan menyerahkan hasil panennya pada VOC lewat para bangsawan daerah.

Kebijakan Preangerstelsel yang menjadi bagian sejarah cultuurstelsel di Lembang ini sendiri berlangsung hingga tahun 1916. Kebijakan tersebut pun sangat menguntungkan bagi Belanda bahkan membuat VOC menjadi produsen kopi terpenting di dunia. Kopi pun menjadi komoditas ekspor dari Jawa yang paling menguntungkan hingga pertengahan abad 19.

Gubernur yang Memimpin

Praktik tanam paksa oleh kolonial Belanda ini terus berjalan bahkan hingga 30 tahun lamanya. Dalam sistem ini, Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch memimpin selama 3 tahun yaitu 1830-1833. Setelah itu, Belanda terus mengirim gubernur baru untuk memastikan bahwa sistem tersebut terus berlanjut.

Baca Juga: Mengenal Peninggalan Bersejarah Bunker Gumati Bogor

Setelah kepemimpinan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch, dikirim gubernur lain seperti berikut:

  • Jean Chretien Baud yang menjadi gubernur pada tahun 1833 hingga 1836.
  • Dominique Jacques de Erens memimpin pada tahun 1836-1845.
  • Carel Sirardus Willem van Hogendorp menjadi gubernur sejak tahun 1840 hingga 1841
  • Pieter Merkus memimpin pada tahun 1841 hingga 1844
  • Dalam sejarah cultuurstelsel di Lembang, Jan Cornelis Reijnst menggantikan Pieter Merkus pada tahun 1844 hingga 1845.
  • Jan Jacob Rochussen mengambil kepemimpinan pada tahun 1845 sampai 1851.
  • Albertus Jacobus Duymaer van Twist memimpin pada tahun 1851 sampai 1856.
  • Charles Ferdinand Pahud memimpin pada tahun 1856 hingga 1861.

Dampak Sistem Tanam Paksa

Berlakunya sistem tanam paksa ini tentu memberikan dampak nyata bagi warga bahkan hingga saat ini. Saat kebijakan tersebut berlangsung, rakyat menjadi korban eksploitasi tenaga maupun waktu untuk menanam kopi. Mereka pun mengalami keterbatasan lahan untuk menanam berbagai kebutuhan lokal karena harus menanam tanaman ekspor.

Meskipun merugikan rakyat Indonesia, namun sistem ini juga memberikan perubahan pada sektor sosial dan ekonomi rakyat. Industri pengolahan teh dan kopi di Bumi Pasundan tumbuh pesat dan menjadi pusat ekonomi baru. Bahkan hingga kini Lembang dan wilayah sekitarnya menjadi salah satu pusat perkebunan yang penting di Jawa Barat.

Baca Juga: Menilik Sejarah Rumah Belanda Anneke Frelier Subang

Sejarah cultuurstelsel di Lembang pada zaman kolonial Belanda ini tentunya penting untuk terus kita ingat. Kebijakan tersebut menjadi salah satu hal yang sangat merugikan bagi rakyat Indonesia pada masa itu. Namun dampak positifnya masyarakat menjadi mengenal komoditas internasional yang menguntungkan seperti kopi, teh, dan kina. Sejarah cultuurstelsel di Lembang ini pun menjadi bagian krusial dari masa kolonial Belanda. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |