harapanrakyat.com,- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dituduh anti Islam karena mengganti nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih. Rumah sakit ini terletak di jalan utama Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.
Melalui unggahan video di akun TikTok pribadinya @dedimulyadiofficial, Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa sebagian besar kritik terhadap kebijakan Pemprov Jabar, termasuk yang mengkritik terkait hal ini berasal dari pihak-pihak yang tidak berdomisili di Jabar.
Dedi Mulyadi menyampaikan bahwa banyak pengamat, aktivis, bahkan mungkin influencer atau buzzer, kerap melontarkan kritik terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Menurutnya, sebagian besar dari mereka justru berdomisili di Jakarta.
“Mayoritas dari mereka yang memberikan otokritik terhadap kebijakan Pemprov Jabar justru tinggalnya bukan di Jawa Barat, tapi di Jakarta,” kata Dedi, Jumat (04/07/2025)
Dedi Mulyadi melihat intensitas perhatian terhadap Jawa Barat justru menunjukkan adanya ketertarikan atau bahkan rasa memiliki dari pihak luar.
Ia menanggapi kritik tersebut dengan nada santai, bahkan menyampaikan bahwa mungkin para pengkritik sebenarnya memiliki rasa cinta yang besar terhadap Jawa Barat.
“Mereka begitu mencintai Jawa Barat, mungkin mereka ingin pindah juga ke Jawa Barat,” lanjutnya.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Jelaskan Alasan di Balik Kebijakan Kuota 50 Siswa per Kelas di Jawa Barat
Dedi Mulyadi Dituduh Anti Islam, Beberkan Fakta Hukum Dibalik Pergantian Nama RSUD Al-Ihsan Jadi Welas Asih
Salah satu isu yang paling ramai dikritisi adalah perubahan nama rumah sakit Al-Ihsan menjadi rumah sakit Welas Asih. Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa dirinya bahkan sempat dituduh sebagai sosok yang anti-Islam karena keputusan ini.
“Yang paling ramai dibicarakan oleh mereka, dikritisi bahkan saya dianggap sebagai orang yang anti Islam, itu adalah tentang perubahan nama rumah sakit dari Rumah Sakit Al-Ihsan menjadi Rumah Sakit Welas Asih,” ungkapnya.
Menanggapi makna dari nama rumah sakit yang diubah, Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa kedua nama tersebut memiliki arti kebaikan dalam bahasa masing-masing.
“Al-Ihsan kalau di bahasa kita kan artinya kebaikan, welas asih kalau di Bahasa Arab kan Ar-Rahman Ar-Rahim,” jelasnya.
Dedi menegaskan, kritik terhadap perubahan nama tetap ia hargai. Namun ia mengingatkan bahwa yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
Nama yang baik dan penuh makna harus didukung oleh pelayanan yang berkualitas. Ia mengingatkan manajemen rumah sakit agar tidak hanya berfokus pada simbolik. Namun juga memperbaiki mutu layanan agar sejalan dengan nama yang digunakan. Terutama apabila nama itu memiliki nilai religius.
Dedi Mulyadi kemudian mengungkap fakta hukum bahwa rumah sakit tersebut sebelumnya merupakan barang bukti dalam kasus korupsi. Bahkan rumah sakit tersebut baru dikembalikan berdasarkan keputusan pengadilan.
Keputusan Mahkamah Agung pada 2023 menyatakan rumah sakit tersebut dikembalikan ke pemerintah. Hal inilah yang menjadi alasan penting di balik perubahan namanya.
“Rumah sakit itu merupakan barang bukti yang dikembalikan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Tahun 2023,” ungkapnya.
Kasus korupsi yang melibatkan Yayasan Al-Ihsan membuat rumah sakit tersebut menjadi bagian dari penyitaan hukum. Hal ini menjadi dasar pertimbangan untuk mengubah nama rumah sakit, agar tidak lagi dikaitkan dengan sejarah yang negatif.
Dedi Mulyadi Sindir Balik Pengkritik
Gubernur Dedi Mulyadi mengungkapkan keheranannya mengapa saat nama “Al-Ihsan” yang memiliki makna sakral dipakai dalam kasus pelanggaran hukum seperti korupsi, tidak ada satupun pihak yang bersuara atau memberikan kritik.
“Sebagai orang awam, saya heran kenapa ketika nama Al-Ihsan digunakan dalam praktik tindak pidana korupsi, tidak ada reaksi atau penolakan,” ujar Dedi.
Ia juga menyinggung kelompok-kelompok yang kini lantang menolak perubahan nama RS Al-Ihsan, namun sebelumnya terkesan diam saat nama itu tercoreng oleh perbuatan melanggar hukum.
Baca Juga: Kisah Usep Niat Cari Motor Murah di Facebook Malah Dipenjara, Akhirnya Bebas karena KDM
“Kenapa para aktivis atau pihak yang mengaku sangat mencintai agama justru tidak bersuara saat itu?” sindirnya. (Erna Ayunda/R7/HR-Online/Editor-Ndu)