Mengenal Warisan Leluhur Siraman dan Ngalungsur Geni di Garut

8 hours ago 4

Siraman dan ngalungsur geni merupakan salah satu upacara tradisional yang berkaitan erat dengan tradisi berbagai macam peristiwa. Upacara tradisional ini merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat yang harus terus dijaga dan dilestarikan. Sebab, tradisi memiliki sejarah dan nilai-nilai penting sebagai pedoman perilaku masyarakat setempat. 

Baca Juga: Merlawu dan Nyangku, Tradisi Budaya Ciamis dalam Menyambut Maulid Nabi

Mengenal Upacara Tradisional Siraman dan Ngalungsur Geni di Garut

Hampir seluruh masyarakat di desa-desa Kabupaten Garut, Jawa Barat, memeluk agama Islam. Meski demikian, mereka tetap menjaga dan melestarikan berbagai tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur.

Tradisi siraman beserta ngalungsur geni sudah berlangsung sejak lama, khususnya di Desa Dangiang, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut. Rangkaian prosesi upacara tradisional ini merupakan sarana untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Di samping itu, tradisi juga bertujuan untuk menghormati leluhur dengan melaksanakan ziarah dan memelihara tinggalan-tinggalan masa lampau. Beberapa tinggalan ini mencakup benda keramat seperti keris, golok hingga meriam. 

Makna Siraman Beserta Ngalungsur Geni

Pada dasarnya, upacara Siraman memiliki makna “Mencuci”. Kemudian, Ngalungsur berarti “Mewariskan atau meneruskan”. Sementara itu, Geni merupakan salah satu benda pusaka meriam yang bernama Guntur Geni. 

Benda pusaka tersebut merupakan senjata peninggalan dari Eyang Gusti Batara Turus Bawa. Sosok ini merupakan salah satu pendiri di Desa Dangiang. 

Dengan demikian, tradisi Siraman Ngalungsur Geni berarti mencuci dan meneruskan kesaktian benda-benda pusaka milik leluhur. Selain itu, tradisi ini juga bermakna sebagai bentuk penghormatan pada leluhur atau cikal bakal pendiri desa. 

Sebagai informasi, tradisi Siraman dan Ngalungsur Geni berlangsung setiap tahun pada hari dan bulan tertentu. Lebih tepatnya, tradisi ini berlangsung setiap tanggal 14 bulan Maulud. 

Asal Usul Ngalungsur Geni

Sebenarnya, hampir seluruh masyarakat di Kabupaten Garut, Jawa Barat menganut agama Islam. Hanya saja, masyarakat tidak bisa lepas dari tradisi leluhur yang sudah berjalan sejak dahulu. 

Pada tradisi Ngalungsur Geni, kebanyakan masyarakat akan berbondong-bondong melakukan ziarah ke tempat-tempat keramat. Juru kunci yang tergabung dalam ikatan juru kunci makam keramat Godog akan memimpin prosesi tersebut.

Dalam sumber yang berbeda, tradisi Ngalungsur Geni merupakan bentuk penghormatan masyarakat setempat kepada Sunan Godog alias Prabu Keyan Santang atau Kanjeng Syech Sunan Rokhmat Suci. Penghormatan tersebut bertujuan untuk mengenang jasa-jasanya dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Garut. 

Sementara itu, ungkapan rasa syukur dan hormat kepada Sunan Godog berlangsung dengan cara “Ngamumule”. Istilah tersebut berarti merawat dan memelihara benda-benda peninggalannya. Beberapa di antaranya termasuk keris, kitab Al-Qur’an, Cis, Skin, dan sebagainya.

Sarat Makna Ngalungsur Geni

Tradisi Siraman dan Ngalungsur Geni mengandung makna filosofis mendalam. Dalam tradisi ini, penyimpanan benda-benda pusaka peninggalan Sunan Godong masuk ke peti khusus. Peti tersebut berukuran kurang lebih 1 meter x 2 meter. 

Baca Juga: Semarak Tradisi Ngagogo Lauk di PPS Sumedang, Warga Berebut Ikan dengan Tangan Kosong

Peti di rumah Joglo berfungsi untuk menyimpan benda-benda pusaka. Dari sinilah Ngalungsur Geni menyimpan makna, yakni mengeluarkan dan menurunkan benda-benda pusaka yang tersimpan maupun milik warga untuk dicuci setiap bulan Maulud. 

Tahapan Ngalungsur Geni

Upacara Ngalungsur Geni terdiri dari lima tahapan khusus. Hal ini mencakup ngalirap, membuka sejarah desa, ziarah kubur, mencuci benda-benda pusaka dan doa bersama.

Sebagai informasi, ngalirap merupakan kegiatan gotong-royong bersama masyarakat setempat. Kegiatan ini terwujud dalam beberapa hal seperti membuat pagar baru di sekitar rumah joglo, membersihkan jalan, masjid dan makam. Lazimnya, kegiatan tersebut berlangsung pagi hingga sore hari. 

Pada malam harinya, masyarakat akan membuka sejarah desa yang dipimpin oleh Kuncen hingga dini hari. Keesokan harinya, peziarah akan berangkat ke makam leluhur. Berlanjut kembali ke joglo untuk mencuci benda pusaka di siang hari. Biasanya, pencucian benda pusaka ini akan berlangsung di Sungai Cidangiang. 

Menariknya, beberapa masyarakat setempat seringkali mengambil air bekas pembersihan benda-benda pusaka tersebut. Sebab, sisa air ini konon bisa mendatangkan keberkahan, keselamatan hingga kelancaran rezeki. 

Terakhir, setelah benda pusaka bersih seluruhnya, masyarakat akan mengadakan doa bersama. Upacara ini berlangsung kurang lebih 1 jam yang diikuti oleh seluruh warga. 

Pantangan dalam Upacara Ngalungsur Geni

Selama upacara Ngalungsur Geni berlangsung, terdapat sejumlah pantangan yang wajib dipatuhi masyarakat. Pertama, dalam radius sepuluh meter dari area makam, warga tidak perboleh mengenakan alas kaki, mengambil batu, ataupun memetik bunga. Konon, siapa pun yang berani melanggar aturan ini akan mengalami kesengsaraan.

Kedua, ziarah hanya boleh dilakukan pada hari Senin dan Kamis. Ketiga, pejabat pemerintah seperti lurah tidak boleh ikut berziarah. Hal ini berakar dari pandangan lama yang menyamakan pejabat dengan penjajah. Sebagai gantinya, biasanya pejabat meminta kuncen untuk mewakili prosesi ziarah.

Keempat, perempuan yang sedang menstruasi tak boleh memegang benda pusaka karena dianggap berada dalam kondisi tidak suci. Pusaka sendiri hanya boleh disentuh dalam keadaan suci atau bersih. Selain itu, perempuan juga tidak boleh memimpin upacara, meskipun ia merupakan keturunan leluhur Desa Dangiang.

Tradisi Siraman dan Ngalungsur Geni menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat setempat. Upacara tradisional ini menjadi warisan leluhur yang harus terus dilestarikan. Kebersamaan masyarakat dalam upacara Siraman dan Ngalungsur Geni menjadi sarana terbaik untuk mempererat hubungan sosial sekaligus menjaga warisan budaya lokal. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur pendiri desa dan pemeliharaan benda-benda keramat milik mereka. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |