PANGKEP SULSEL - Kampung Wisata Pesisir Pandang Lau di Kelurahan Tekolabbua, Kecamatan Pangkajene, bukan sekadar titik kecil di peta Sulawesi Selatan. Kampung ini adalah wajah nyata keindahan pesisir yang menyatu dengan kearifan masyarakat bahari. Untuk mencapainya, pengunjung harus menyeberang menggunakan perahu sekitar 30 menit—perjalanan yang bukan hambatan, melainkan pembuka kisah, menghadirkan nuansa petualangan menuju pemukiman yang damai dan eksotis.
Sekitar 200 kepala keluarga mendiami Pandanglau. Mereka hidup berdampingan dengan laut, menggantungkan nafkah pada hasil tangkapan. Ombak, angin, dan musim bukan sekadar fenomena alam, melainkan bagian dari ritme kehidupan yang membentuk karakter masyarakatnya—tangguh, sabar, dan bersahaja. Di sini, laut bukan hanya mata pencaharian, tetapi juga guru kehidupan.
Pandanglau juga dianugerahi lanskap ekologis yang menawan. Hamparan mangrove yang kokoh memagari pesisir, menjadi benteng alami dari abrasi sekaligus rumah bagi keanekaragaman hayati laut. Akar-akar yang menjulang dari permukaan air tidak hanya menciptakan panorama memukau, tetapi juga menjadi simbol kearifan ekologis yang diwariskan antar generasi.
Beberapa hari terakhir, suasana Pandanglau semakin hidup. Lomba perahu antarwarga menggema di antara riak air dan sorak sorai penonton. Bunyi mesin katingting dan jolloro berpacu dengan semangat kebersamaan, menghadirkan euforia rakyat yang sederhana namun penuh makna. Kegiatan ini bukan hanya hiburan, tetapi juga perekat sosial dan daya tarik wisata yang memikat pengunjung dari berbagai penjuru.
Fenomena ini menjadi pesan kuat bahwa kampung pesisir dapat tumbuh menjadi destinasi wisata tanpa kehilangan jati diri. Tradisi bahari, budaya nelayan, dan lomba perahu bukan sekadar atraksi—semuanya adalah bagian dari kehidupan otentik yang justru menjadi nilai jual utama. Inilah wisata berbasis pengalaman yang dicari banyak orang hari ini: asli, tulus, dan penuh cerita.
Meski demikian, ketenaran yang datang tidak boleh menjadikan Pandanglau terjebak pada eksploitasi wisata. Di balik pesonanya, terdapat tanggung jawab menjaga harmoni antara kunjungan wisata dan kelestarian alam. Mangrove harus terus dijaga, laut tetap bersih, dan kehidupan nelayan harus tetap bermartabat. Pariwisata harus menjadi penguat budaya dan ekonomi, bukan ancaman bagi ekologi.
Untuk itu, dukungan dari Dinas Parwisata Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan dan Menteri Parwisata RI, termasuk komunitas wisata, dan sektor swasta sangat dibutuhkan. Fasilitas transportasi laut yang aman, sarana pendukung wisata, jalur edukasi mangrove, hingga program ekowisata yang terstruktur akan memperkuat posisi Pandanglau sebagai destinasi potensial. Bahkan, wisata minat khusus—seperti wisata konservasi, jelajah mangrove, dan wisata budaya—dapat dikembangkan lebih jauh.
Inti dari pengembangan ini tetap harus menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Pemberdayaan warga melalui pelatihan pemandu lokal, pengembangan homestay, kuliner khas laut, hingga produk kerajinan tangan berbasis potensi alam menjadi kunci keberhasilan jangka panjang. Ketika warga menjadi motor penggerak, maka wisata yang tumbuh akan lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pandanglau kini berada di ambang peluang emas. Ia bukan hanya kampung nelayan, melainkan laboratorium hidup tentang bagaimana alam, budaya, dan ekonomi dapat berjalan dalam satu harmoni. Dengan visi yang tepat dan komitmen bersama, Pandanglau siap menjadi ikon wisata pesisir Pangkep—bukan karena gemerlap buatan, tetapi karena kejujuran alam dan ketulusan masyarakat yang menjaganya.
Pangkep 2 Nopember 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan


















































