Museum Rumah Cimanggis merupakan tempat peristirahatan yang memiliki sejarah panjang. Menilik dari catatan sejarah Indonesia, dahulu gedung ini dibangun oleh seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-29. Kemudian, Rumah Cimanggis berfungsi sebagai tempat tinggal pegawai RRI. Seiring berjalannya waktu, gedung tersebut sempat terbengkalai, bahkan atapnya juga roboh termakan usia.
Baca Juga: Kendang Penca Pangandaran, Seni Pertunjukan Bela Diri Khas Jawa Barat
Napak Tilas Sejarah Museum Rumah Cimanggis Depok
Sejarah Rumah Cimanggis bermula dari pembelian sebidang lahan perkebunan milik seorang bernama Je Manns. Pada masa itu, Petrus Albertus van der Parra, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-29, membeli lahan tersebut dengan tujuan khusus. Tanah perkebunan itu sengaja ia beli sebagai hadiah untuk sang istri, sehingga menjadi awal mula keberadaan Rumah Cimanggis yang kemudian terkenal hingga sekarang.
Pembangunan Gedung sebagai Hadiah
Saat itu, kawasan Cimanggis Depok belum ramai seperti sekarang. Masih banyak perkebunan yang bisa difungsikan untuk membuat gedung-gedung besar. Hal inilah yang membuat Petrus Albertus van der Parra ingin membangun rumah besar di kawasan tersebut.
Rencananya, Petrus Albertus van der Parra akan membangun rumah besar di atas lahan yang dibeli dari Je Manns. Ia ingin memberikan hadiah rumah tersebut untuk sang istri, Johanna Bake. Pembangunan pun berlanjut dengan rentang waktu tahun 1771-1775. Sayangnya, Petrus Albertus van der Parra wafat sebelum pembangunan rumah selesai.
Menjadi Rumah Peristirahatan
Sepeninggal Petrus Albertus van der Parra, Johanna Bake menggunakn Museum Rumah Cimanggis sebagai landhuis atau rumah peristirahatan. Meskipun begitu, Johanna Bake hanya sesekali mengunjungi Rumah Cimanggis. Sebab, ia memilih untuk tetap tinggal di Batavia.
Dalam sejarahnya, Rumah Cimanggis tidak banyak digunakan. Johanna Bake maupun tamunya lebih banyak beraktivitas di teras belakang rumah. Saat itu, terdapat danau Situ Cimin yang membuat rumah peristirahatan terasa begitu nyaman.
Menariknya, Rumah Cimanggis membawa dampak positif terhadap lingkungan sekitar. Dengan adanya gedung tinggi ini, perekonomian daerah pun turut bergerak. Bahkan, Johanna Bake juga mendirikan Pasar Cimanggis di sebagian lahan sebelah timur rumahnya.
Awalnya, Pasar Cimanggis menjadi lokasi jual beli kuda. Lokasi ini cukup populer di antara para pengembara dan pelaku perjalanan. Tak hanya itu saja, pasar juga menjadi lokasi peristirahatan bagi para pengembara.
Berpindah Tangan ke Kapitan Tionghoa
Sepeninggal Johanna Bake, kepemilikan Rumah Cimanggis sempat berpindah-pindah tangan. Gedung tinggi tersebut sempat berpindah kepada seorang pengusaha bernama David Smith. Sayangnya, setelah David Smith bangkrut, kepemilikan Museum Rumah Cimanggis sempat tidak jelas.
Kemudian, datanglah seorang Kapitan Tionghoa. Ia merupakan pemilik Rumah Pondok Cina yang akhirnya mengambil alih Rumah Cimanggis. Di bawah kepemilikannya, Rumah Cimanggis yang mengusung gaya Eropa mendapatkan sentuhan budaya Tiongkok.
Baca Juga: Napak Tilas Pembangunan Gereja Santo Ignatius Cimahi
Atap rumah sempat berbentuk lancip di kedua sisinya. Desainnya sendiri mirip ekor Burung Hong yang lazim ada pada bangunan Tiongkok. Sayangnya, kepemilikan Rumah Cimanggis kembali berganti pada tahun 1935. Saat itu, gedung tinggi ini jatuh ke tangan Samuel de Meyer.
Menjadi Rumah Dinas Karyawan RRI
Pada era Orde Baru, Presiden Soeharto mengambil langkah penting dengan meresmikan tiga pemancar Radio Republik Indonesia (RRI). Sejak saat itu, bangunan Rumah Cimanggis tidak lagi berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari kompleks pemancar RRI. Peristiwa ini berlangsung setelah Indonesia merdeka, tepatnya sekitar tahun 1964, dan menandai perubahan fungsi Rumah Cimanggis dalam perjalanan sejarahnya.
Memasuki tahun 1978, fungsi Rumah Cimanggis kembali mengalami perubahan. Bangunan bersejarah ini kemudian beralih fungsi menjadi rumah dinas bagi karyawan RRI. Untuk menyesuaikan kebutuhan, beberapa ruangan di dalam rumah berarsitektur tinggi tersebut disekat menjadi bagian-bagian khusus. Pada masa itu, tercatat sekitar 13 kepala keluarga menempati gedung ini sebagai tempat tinggal resmi mereka.
Rumah Cimanggis Mulai Terbengkalai
Pada tahun 2002, bagian atap Rumah Cimanggis mulai bocor. Kemudian, pemerintah setempat membangun komplek perumahan khusus untuk karyawan RRI. Lokasi ini kemudian bernama Komplek Departemen Penerangan (Deppen).
Lanjut, setelah pembangunan Komplek Deppen selesai, karyawan RRI mulai pindah lokasi. Akibatnya, Rumah Cimanggis menjadi kosong. Sejak saat itu, bangunan tinggi tersebut mulai tidak terawat dan mengalami berbagai kerusakan.
Baca Juga: Menguak Fakta Berdirinya Mercusuar Willem III di Semarang
Sebagai informasi, lokasi Rumah Cimanggis masih ada sampai saat ini. Gedungnya sendiri berada di Jalan Umum, Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Kini, bangunan berusia hampir 250 tahun tersebut resmi menjadi cagar alam Kota Depok. Seiring berjalannya waktu, Museum Rumah Cimanggis mulai mengalami pemugaran. Renovasi besar-besaran dilakukan agar bangunan bisa dikunjungi kembali. Setelah selesai, gedung tinggi ini resmi menjadi museum yang bernama Museum Rumah Cimanggis. (R10/HR-Online)