Badko HMI Jatim Gelar LK III 2025, Dorong Kader Mengisi Ruang-Ruang Kepemipinan Strategis Nasional

3 hours ago 1

SURABAYA - Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Timur resmi membuka Latihan Kader III (LK III) Tahun 2025 di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Senin (22/12/2025). Kegiatan ini mengusung tema “Rekonstruksi Ketahanan Nasional untuk Jawa Timur Tangguh Terus Bertumbuh.”

LK III merupakan jenjang kaderisasi tertinggi HMI di tingkat nasional yang dirancang untuk memperkuat kapasitas kepemimpinan strategis kader dalam merespons tantangan kebangsaan, regional, hingga global. Sejumlah tokoh nasional dan daerah hadir dalam pembukaan, diantaranya Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar M. Sarmuji dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, M. Sarmuji, menekankan bahwa krisis kepemimpinan kerap berakar pada ketidaktepatan membaca momentum dan ketimpangan orientasi nilai. Menurutnya, kepemimpinan bukan semata soal kapasitas personal, melainkan tentang ketepatan hadir pada ruang dan waktu yang sesuai. Pemimpin yang terlambat membaca situasi akan tertinggal oleh dinamika zaman, namun kemunculan yang terlalu cepat pun sering kali menghadapi resistensi serta beban tantangan yang belum siap ditanggung.

“Banyak pemimpin gagal bukan karena kurang cerdas, melainkan karena kehilangan keseimbangan orientasi dan ketepatan momentum. Pemimpin yang hanya berpikir duniawi mudah terjebak pragmatisme, sementara yang hanya berorientasi ukhrawi tanpa kepekaan sosial akan kehilangan relevansi. Kepemimpinan Islam justru menuntut keseimbangan nilai sekaligus kepekaan terhadap ruang dan waktu, ” ujar Sarmuji.

Ia menambahkan, tradisi intelektual Islam sebagaimana tercermin dalam berbagai literatur pemikiran Islam modern selalu memandang kepemimpinan sebagai amanah moral yang harus dijalankan dengan kebijaksanaan membaca konteks, bukan sekadar menduduki posisi struktural. Dalam kerangka tersebut, HMI dinilai memiliki modal historis dan intelektual yang kuat untuk melahirkan pemimpin berintegritas, yang mampu hadir secara tepat: tidak terlambat merespons zaman, dan tidak pula terlalu dini melampaui kesiapan sosialnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menegaskan bahwa kepemimpinan muda harus dipahami sebagai bagian dari estafet sejarah bangsa, bukan sekadar regenerasi usia. Menurutnya, persoalan utama Indonesia bukan pada ketiadaan sumber daya, melainkan kegagalan menyiapkan kepemimpinan yang matang secara intelektual dan etis.

“Indonesia sering tertinggal bukan karena kekurangan potensi, tetapi karena gagap menyiapkan estafet kepemimpinan. Kepemimpinan muda harus dibangun dengan nalar, etika, dan keberanian mengambil keputusan. Di sinilah peran organisasi kader seperti HMI menjadi strategis, ” ujar Emil.

Ia menambahkan, Jawa Timur sebagai salah satu episentrum ekonomi dan sumber daya manusia nasional membutuhkan pemimpin muda yang adaptif terhadap perubahan global, namun tetap berakar kuat pada nilai dan kepentingan publik. Kepemimpinan masa depan, kata Emil, harus mampu menjembatani idealisme dan realitas kebijakan.

Ketua Umum Badko HMI Jawa Timur, Yusfan Firdaus, menegaskan bahwa tantangan generasi muda saat ini jauh lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya. Selain persoalan klasik kebangsaan, generasi muda juga dihadapkan pada disrupsi teknologi, krisis identitas, fragmentasi sosial, serta melemahnya daya tahan ideologis. Dalam situasi seperti ini, kaderisasi tidak boleh dipahami sebagai sekadar tahapan administratif, melainkan sebagai proses pematangan kesadaran, watak, dan tanggung jawab sejarah.

Yusfan menggambarkan jenjang kaderisasi HMI sebagai sebuah pohon yang tumbuh perlahan namun kokoh. MAPERCA, menurutnya, adalah akar paling dasar fase penanaman nilai, tempat kader mulai mengenal tanah ideologinya dan menyerap air sejarah perjuangan HMI. Pada jenjang Latihan Kader I (LK I), akar itu mulai menjalar dan bertemu dengan ranting-ranting awal, menandai fase pembentukan nalar, keberanian bersuara, serta kepekaan terhadap realitas sosial.

Memasuki Latihan Kader II (LK II), lanjut Yusfan, pohon itu kian menegakkan batangnya. Akar semakin menghujam, ranting semakin kuat, dan daun-daun mulai tumbuh, melambangkan keluasan perspektif, kedalaman analisis, serta kemampuan kader membaca persoalan secara struktural dan kultural. Pada tahap ini, kader tidak lagi hanya belajar memahami, tetapi mulai bertanggung jawab menggerakkan.

“Sedangkan Latihan Kader III (LK III) adalah fase ketika pohon itu mulai berbuah, ” ujar Yusfan. “Akar nilai, ranting nalar, dan daun intelektual telah berpadu melahirkan buah berupa kepemimpinan strategis yang bukan hanya matang secara pemikiran, tetapi juga memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya.”

Ia menekankan bahwa LK III bukan sekadar puncak jenjang kaderisasi, melainkan ujian kematangan: sejauh mana kader mampu menghadirkan nilai keislaman dan keindonesiaan dalam ruang-ruang pengambilan keputusan. “Di sinilah kader HMI dipersiapkan bukan hanya untuk hadir di lingkar kekuasaan, tetapi untuk menentukan arah, menjaga akal sehat publik, dan memastikan pohon perjuangan ini terus hidup, bertumbuh, dan berbuah bagi bangsa, ” pungkasnya. (*) 

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |