Biografi Syafruddin Prawiranegara, Sejarah Pahlawan Nasional

1 month ago 17

Biografi Syafruddin Prawiranegara terkenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang memainkan peran penting dalam sejarah awal kemerdekaan. Ia terkenal sebagai seorang negarawan dan ekonom yang menduduki berbagai jabatan strategis dalam pemerintahan Indonesia.

Dalam sejarah Indonesia, sepanjang kariernya Syafruddin populer sebagai sosok yang berdedikasi tinggi terhadap negara. Terutama dalam menjaga stabilitas ekonomi dan pemerintahan di masa-masa sulit pasca-proklamasi kemerdekaan.

Baca Juga: Sejarah KH Abdul Halim, Pendiri PUI Asal Majalengka

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perjalanan hidup, kontribusi, dan pencapaian Syafruddin Prawiranegara, mari simak pembahasan lengkapnya dalam artikel ini.

Inilah Biografi Syafruddin Prawiranegara, Sosok Gubernur BI Pertama

Syafruddin Prawiranegara adalah seorang negarawan dan ekonom Indonesia yang memainkan peran penting pada masa awal kemerdekaan. Ia terkenal sebagai Gubernur Bank Indonesia pertama (1952–1958) dan salah satu tokoh penting dalam sejarah bangsa.

Syafruddin mendapat julukan sebagai “Presiden yang Terlupakan” karena perannya sebagai pemimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). PDRI terbentuk pada 22 Desember 1948, menyusul penangkapan Soekarno dan Mohammad Hatta dalam Agresi Militer Belanda II. PDRI bertugas memastikan keberlangsungan pemerintahan Republik Indonesia hingga kedaulatan kembali pulih pada 13 Juli 1949.

Selain itu, Syafruddin juga terkenal sebagai Menteri Keuangan dan Wakil Perdana Menteri RI. Ia adalah pencetus Oeang Republik Indonesia (ORI) yang menjadi cikal bakal mata uang rupiah, simbol penting bagi kedaulatan ekonomi Indonesia.

Namun, perjalanan politik Syafruddin tak lepas dari kontroversi. Pada tahun 1958, ia terlibat dalam pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera Tengah. Pemicu hal ini adalah ketidakpuasannya terhadap konsep demokrasi terpimpin yang  Presiden Soekarno canangkan.

Meskipun begitu, kontribusi Syafruddin dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga stabilitas ekonomi menjadikannya salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

Profil Singkat

Dalam biografi Syafruddin Prawiranegara, ia merupakan pria yang lahir pada 28 Februari 1911 di Anyer Kidul, Serang, Banten. Syafruddin merupakan pria yang memiliki latar belakang etnis yang kaya. 

Ia berasal dari Banten yang memiliki darah Sunda dari pihak ayah, Raden Arsyad Prawiraatmadja, seorang jaksa di Serang dan camat di Jawa Timur. Sedangkan, dari pihak ibunya, ia mewarisi keturunan Minangkabau. Dengan ibunya, Sutan Alam Intan, berasal dari keluarga Raja Pagaruyung.

Pendidikan

Syafruddin Prawiranegara memulai pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) di Serang pada tahun 1925. Pada 1928, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Madiun, sebelum akhirnya melanjutkan ke Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung pada 1931. 

Setelah itu, Syafruddin melanjutkan pendidikan tinggi di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) yang kini terkenal sebagai Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Perjalanan di Dunia Politik

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, tercatat dalam biografi Syafruddin Prawiranegara, ia terpilih sebagai salah satu dari 15 anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 17 Oktober 1945. Setelah sebelumnya menjadi anggota KNI Pariangan. 

Pada tahun 1946, ia bergabung dengan Masyumi. Meskipun sebelumnya ia sempat mendapat tawaran untuk bergabung dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) oleh Amir Syarifuddin dan Sjahrir. 

Baca Juga: Perjuangan R Suprapto, dari Pejuang Kemerdekaan hingga Pahlawan Revolusi

Pilihan Syafruddin untuk bergabung dengan Masyumi berdasarkan pada latar belakang Islamnya, meskipun ia belum berpengalaman dalam organisasi Islam. Syafruddin memiliki peran krusial dalam mengakhiri dominasi partai nasional dalam penyusunan Maklumat Wakil Presiden Nomor X. 

Kedekatannya dengan Sjahrir membuatnya dilantik sebagai Menteri Muda Keuangan dalam Kabinet Sjahrir II pada Maret 1946 hingga Oktober 1946. Kemudian, pada Oktober 1946 hingga Juni 1947, ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Sjahrir III, serta menjadi Menteri Kemakmuran di Kabinet Hatta I sejak Januari 1948. 

Dalam perannya di bidang keuangan, Syafruddin berhasil mendistribusikan mata uang Indonesia pada akhir tahun 1946. Ia turut serta dalam berbagai konferensi internasional, termasuk yang terselenggara di Manila, Filipina pada tahun 1947.

Karier di PDRI

Setelah penandatanganan Perjanjian Renville, gencatan senjata antara militer Indonesia dan Hindia Belanda terjadi. Indonesia mempersiapkan rencana darurat, mengingat pengalaman pahit selama Agresi Militer I pada tahun sebelumnya. 

Di Sumatera Tengah, pemerintah cadangan telah siap berdasarkan saran Letkol Daan Jahja, karena wilayah Jawa Tengah dianggap sempit dan padat. Pada 1948, Hatta dan Syafruddin Prawiranegara pergi ke Bukittinggi untuk mempersiapkan dasar-dasar pemerintahan darurat. Namun, Hatta harus kembali ke Yogyakarta.

Rencana kembalinya Bung Hatta ke Bukittinggi pada Desember 1948 terhalang oleh mulainya Agresi Militer II. Hal itu mengakibatkan banyak pejabat Indonesia, termasuk Soekarno dan Hatta, tertangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka oleh Belanda. 

Dalam situasi tersebut, meskipun awalnya ragu, Syafruddin akhirnya memutuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pada 22 Desember 1948, PDRI berdiri di wilayah Bidar Alam sebagai langkah penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia.

PDRI di Bawah Pimpinan Syafruddin

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berhasil mengorganisir kelompok pejuang yang ada di Sumatera. Kemudian berkomunikasi dengan pimpinan daerah lain serta menjalin hubungan internasional. 

Mereka juga mengatur pasokan makanan dan senjata untuk pasukan gerilya yang beroperasi di wilayah Sumatera. Tujuan utamanya adalah untuk menyatukan kelompok-kelompok pejuang dalam melanjutkan perang gerilya, baik di pulau Jawa maupun Sumatera.

Pada saat yang sama, perundingan Perjanjian Roem-Royen berlangsung antara Soekarno, Hatta, dan Belanda. Meskipun Syafruddin dan tokoh-tokoh lainnya merasa terpinggirkan dalam proses perundingan tersebut, akhirnya mereka menerima dan menyetujui hasilnya. 

Baca Juga: Kebijakan Gunting Syafruddin, Solusi Ekonomi di Tengah Krisis

Dalam biografi Syafruddin Prawiranegara, tercatat bahwa pada bulan Juni 1949, Syafruddin mengembalikan mandatnya. Ia menyerahkan mandatnya sebagai ketua PDRI kepada Soekarno, sebagai bagian dari kesepakatan politik yang tercapai. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |