Adzan saat hujan angin kerap terdengar di tengah cuaca ekstrem yang melanda berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena ini memunculkan pertanyaan di tengah masyarakat tentang dasar hukum dan ketentuannya dalam Islam. Adzan tetap menjadi penanda masuknya waktu sholat, meski kondisi alam sedang tidak bersahabat.
Baca Juga: Sejarah Adzan Jumat Dua Kali, Berawal Sejak Khalifah Utsman
Cuaca buruk seperti hujan deras dan angin kencang memang kerap kali berdampak pada aktivitas ibadah berjamaah. Islam sebagai agama yang memberi kemudahan memiliki ketentuan khusus terkait kondisi darurat. Salah satunya tercermin dalam praktik adzan dengan tambahan lafadz tertentu.
Adzan Saat Hujan Angin, Berikut Pengertian dan Kedudukan Adzan dalam Islam
Adzan merupakan syiar Islam yang berfungsi sebagai pemberitahuan masuknya waktu sholat fardhu. Lafadz adzan disyariatkan dengan susunan tertentu dan dikumandangkan oleh seorang muadzin. Hukum mengumandangkan adzan adalah fardhu kifayah berdasarkan perintah Rasulullah SAW.
Kedudukan adzan sangat penting dalam menjaga keteraturan ibadah umat Islam. Melalui adzan, umat senantiasa mendapatkan peringatan agar menunaikan kewajiban sholat tepat waktu. Dalam kondisi normal, adzan diserukan tanpa tambahan lafadz apa pun.
Hukum Adzan Saat Cuaca Buruk
Mengumandangkan adzan tatkala hujan angin memiliki dasar kuat dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa riwayat sahih, Rasulullah memerintahkan muadzin menambahkan seruan agar melakukan sholat di tempat masing-masing saat cuaca ekstrem. Ketentuan ini menunjukkan adanya keringanan atau rukhsah dalam syariat.
Hujan lebat, angin kencang, dan suhu dingin termasuk udzur yang dibenarkan untuk tidak menghadiri sholat berjamaah di masjid. Meski demikian, adzan tetap dikumandangkan sebagai tanda masuk waktu sholat. Perbedaannya terletak pada tambahan lafadz yang menyesuaikan dengan kondisi.
Lafadz Tambahan dalam Adzan Saat Hujan Deras
Dalam praktik adzan saat hujan angin, terdapat anjuran supaya muadzin menambahkan lafadz seperti “shalluu fii buyuutikum” atau “alaa shalluu fii rihaalikum”. Lafadz ini bermakna imbauan agar umat melaksanakan sholat di rumah masing-masing. Penambahan tersebut tidak wajib, tetapi sangat dianjurkan berdasarkan sunnah.
Letak lafadz tambahan ini memiliki dua pilihan. Pertama, menggantikan seruan “hayya ‘alash shalah” di tengah adzan. Kedua ialah mengucapkannya setelah adzan selesai tanpa mengubah susunan utama adzan.
Pandangan Ulama dan Mazhab Fikih
Para ulama dari berbagai mazhab sepakat memperbolehkan tambahan lafadz dalam adzan saat hujan. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kedua cara penambahan lafadz tersebut sama-sama sah. Pendapat ini semakin kuat berkat adanya penjelasan Imam An-Nawawi dalam syarah hadis sahih.
Baca Juga: Adab Mendengar Adzan, Raih Doa Mustajab dan Segerakan Sholat
Perbedaan praktik di kalangan sahabat, seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, menunjukkan keluwesan syariat. Selama melakukannya berlandaskan dengan dasar hadis yang sahih, perubahan tersebut tidak termasuk bid’ah. Hal ini menegaskan bahwa adzan tetap terjaga kesahihannya meski ada penyesuaian lafadz.
Konteks Indonesia dan Kondisi Cuaca Ekstrem
Adzan saat hujan angin menjadi relevan di Indonesia yang rawan bencana hidrometeorologi. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat bahwa lebih dari 70 persen bencana di Indonesia didominasi banjir dan tanah longsor akibat hujan lebat. Kondisi ini sering kali terjadi bersamaan dengan waktu sholat.
Dalam situasi seperti ini, keselamatan jiwa menjadi pertimbangan utama. Jalan licin, banjir, dan angin kencang dapat membahayakan jamaah yang menuju masjid. Oleh karena itu, penerapan sunnah ini selaras dengan prinsip menjaga keselamatan dalam Islam.
Praktik di Masyarakat dan Tantangan Pemahaman
Di sebagian masyarakat, mengumandangkan adzan ketika hujan angin masih terdengar asing. Tidak sedikit yang mengira tambahan lafadz tersebut sebagai kesalahan atau penyimpangan. Kurangnya pemahaman fiqih menjadi faktor utama munculnya anggapan tersebut.
Padahal, dalil dan riwayat tentang praktik ini sangat jelas dan mudah ditemukan dalam kitab-kitab hadis. Perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar bisa menerima sunnah ini dengan baik. Pemahaman yang benar akan menghindarkan kesalahpahaman dan penolakan yang tidak berdasar.
Hikmah dan Tujuan Penyesuaian Lafadz Adzan
Tujuan utama adzan saat hujan angin adalah memberikan kemudahan bagi umat Islam. Syariat tidak menghendaki kesulitan, apalagi dalam kondisi alam yang berisiko. Seruan sholat di rumah merupakan bentuk kasih sayang Islam kepada pemeluknya.
Selain itu, penyesuaian lafadz adzan menunjukkan fleksibilitas hukum Islam. Ibadah tetap terlaksana tanpa mengabaikan aspek keselamatan. Dengan memahami hikmah ini, umat dapat menjalankan ajaran agama secara lebih bijak.
Berdasarkan hadis sahih dan pandangan ulama, menyerukan adzan dalam kondisi hujan disertai angin hukumnya sunnah dan dianjurkan. Adzan tetap berkumandang seperti biasa dengan tambahan lafadz tertentu sebagai bentuk keringanan. Tidak ada adzan khusus, melainkan penyesuaian lafadz sesuai kondisi.
Baca Juga: Jarak Antara Adzan dan Iqamah, Waktu Mustajab untuk Berdoa
Demikian tadi ulasan singkat mengenai mengumandangkan adzan pada saat sedang hujan angin. Pemahaman yang benar tentang adzan saat hujan angin ini penting agar umat tidak ragu dalam mengamalkannya. Sunnah ini menjadi bukti bahwa Islam selalu relevan dalam menghadapi berbagai situasi. Dengan demikian, ibadah tetap terjaga tanpa mengabaikan keselamatan dan kemaslahatan bersama. (R10/HR-Online)

13 hours ago
11

















































