Kasus Dugaan Penganiayaan Anggota Ormas di Garut, Guru Ngaji Dituntut 5 Bulan Penjara

1 month ago 21

harapanrakyat.com,- Guru ngaji asal Garut, Jawa Barat, yang dituduh melakukan penganiayaan terhadap anggota ormas dituntut 5 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Garut. Terdakwa Harun Arasyid, dituntut lebih rendah dari adiknya yaitu Abdurohman yang dituntut 6 bulan penjara dalam kasus yang sama.

Kasus guru ngaji yang dipidana gara-gara dituduh melakukan penganiayaan terhadap anggota ormas di Garut, Jawa Barat, sudah dalam tahap tuntutan jaksa di Pengadilan Negeri Garut. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut, menggelar sidang lanjutan dengan agenda tuntutan pada Rabu (18/12/2024).

Baca Juga: Pria di Garut Dikeroyok hingga Dibacok Kapak gegara Geber Knalpot Bising

Harun Arasyid sang guru ngaji dituntut 5 bulan penjara karena dianggap telah terbukti melakukan penganiayaan. Termasuk adiknya Abdurohman lebih tinggi tuntutan yaitu 6 bulan penjara.

Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Dugaan Penganiayaan Anggota Ormas di Garut Keberatan atas Tuntutan Jaksa

Kuasa hukum terdakwa melayangkan keberatan atas tuntutan jaksa. Ia mengklaim, sesuai fakta persidangan tak ada saksi yang menyebut terdakwa Harun melakukan pemukulan terhadap anggota ormas. 

“Terhadap tuntutan yang sudah dibacakan jaksa penuntut umum adalah 5 bulan penjara untuk terdakwa Harun. Adapun untuk adiknya Abdurohman 6 bulan penjara. Versi jaksa yang dibacakan hanya pokoknya saja, bahwa dakwaan penuntut umum terbukti  pasal 170 KUHP. Cuma kita dari penasihat hukum memiliki hak untuk membela terdakwa untuk melakukan pembelaan,” kata Firman S Rohman, kuasa hukum terdakwa, Rabu (18/12/2024).

Baca Juga: Usai Pandemi, Bisnis Travel Haji dan Umroh di Garut Kembali Moncer, Gen Z Mendominasi Calon Jamaah 

Asep Muhidin, yang juga penasehat terdakwa Harun dan Abdurohman menyatakan tuntutan jaksa hanya berpedoman terhadap dakwaan serta BAP kepolisian, tidak melihat fakta persidangan. Padahal menurutnya, saksi yang dihadirkan menyatakan terdakwa tidak terlihat melakukan pemukulan, apa lagi penganiayaan kepada anggota ormas. 

“Jadi apa yang didakwa dan dituntut jaksa penuntut umum itu hanya mengikuti surat dakwaan dan BAP dari kepolisian. Tetapi fakta di persidangan itu terungkap saksi tidak ada yang melihat terdakwa melakukan pemukulan. Kalau saling jambak kerah leher itu betul diakui oleh terdakwa juga. Kemudian ada cacat formil terhadap surat permohonan visum dan surat visum yang diterbitkan oleh RSUD dr Slamet,” kata Asep Muhidin, kuasa hukum terdakwa yang sama. 

Perkara guru ngaji yang diseret ke meja hijau ini muncul setelah anggota ormas melapor bahwa dirinya menjadi korban penganiayaan kedua terdakwa. Kasus tersebut terjadi pada 7 November 2023 lalu, dan baru disidangkan tahun ini. Bahkan para kuasa hukum berpendapat kasus ini seolah dipaksakan. Hal itu karena sesuai pengakuan terdakwa dan para saksi, kedua terdakwa hanya menarik kerah baju anggota ormas. (pikpik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |