Sejarah dr. Kariadi merupakan salah satu pahlawan medis Indonesia yang masyarakat Indonesia kenang karena keberanian dan pengorbanannya. Lahir di Malang pada 15 September 1905, ia mengabdikan hidupnya untuk dunia kesehatan. Sosoknya tidak hanya masyarakat hormati sebagai dokter, tetapi juga sebagai pejuang kemanusiaan.
Baca Juga: Kebijakan Gunting Syafruddin, Solusi Ekonomi di Tengah Krisis
Semangat belajar dr. Kariadi membawanya ke Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya. Setelah lulus pada tahun 1931, ia memulai perjalanan panjangnya sebagai tenaga medis. Keberanian dan tekadnya untuk membantu sesama terus terlihat dalam setiap tugas yang ia emban.
Sejarah dr. Kariadi pada Masa Kolonial
Kisah dari dr. Kariadi menjadi bagian penting dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia menunjukkan bagaimana seorang dokter dapat menjadi garda depan dalam memperjuangkan hak hidup orang banyak.
Dr. Kariadi memulai kariernya sebagai asisten dr. Soetomo di CBZ Surabaya, tempat ia belajar banyak hal baru. Pengalamannya semakin menumpuk saat mendapatkan tugas ke Manokwari, Papua, untuk membantu masyarakat setempat. Di sana, ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan fasilitas kesehatan.
Setelah beberapa tahun, dr. Kariadi kembali bertugas di Banyumas dan Martapura. Ia selalu membawa semangat untuk membantu masyarakat di mana pun ia berada. Saat penjajahan Jepang bermula, ia mendapat tugas untuk menjadi Kepala Laboratorium Malaria di Semarang.
Pada masa itu, dr. Kariadi tidak hanya berperan sebagai dokter. Ia juga menjadi sosok inspiratif yang mendorong banyak orang untuk tetap berjuang. Sejarah dr. Kariadi mencerminkan dedikasi tanpa batas seorang dokter untuk kemanusiaan.
Tragedi di Reservoir Siranda
Kisah heroik dr. Kariadi pada Oktober 1945 menjadi bagian yang tak terlupakan dalam perjuangan kemerdekaan. Ia mendapat kabar bahwa Reservoir Siranda, sumber air utama Semarang, telah tentara Jepang racuni. Situasi tersebut mengancam ribuan nyawa warga kota.
Tanpa ragu, dr. Kariadi memutuskan untuk memeriksa kondisi reservoir tersebut meskipun istrinya melarang. Malam itu, ia berangkat dengan membawa harapan besar untuk menyelamatkan banyak nyawa. Sayangnya, dalam perjalanan, ia menghadapi serangan dari tentara Jepang.
Sejarah dr. Kariadi mengalami luka tembak yang sangat serius pada peristiwa ini dan akhirnya meninggal dunia. Kepergiannya menjadi pukulan berat bagi keluarga dan masyarakat Semarang. Namun, semangat perjuangannya tetap hidup di hati banyak orang.
Baca Juga: Bung Hatta Mundur Jadi Wakil Presiden, Simak Alasannya
Kabar kematian dr. Kariadi cepat menyebar dan memicu amarah besar warga Semarang. Keesokan harinya, pertempuran sengit pecah di berbagai sudut kota, menimbulkan banyak korban jiwa. Selama lima hari, konflik ini merenggut nyawa sekitar 2.000 warga Indonesia dan 850 tentara Jepang.
Karena situasi yang genting, pemakaman dr. Kariadi baru bisa masyarakat lakukan pada 17 Oktober 1945 di tengah suara tembakan yang masih terdengar. Kemudian, pada 5 November 1961, kerangka beliau dipindahkan dari halaman rumah sakit ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang.
Putrinya, Prof. Dr. Sri Hartini K.S Kariadi, sempat memeriksa jasad ayahnya yang menunjukkan tanda keretakan di tulang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebelum ia tertembak, dr. Kariadi kemungkinan mengalami pukulan benda tajam.
Warisan Sejarah dr. Kariadi, Sebuah Rumah Sakit
Nama dr. Kariadi kini abadi sebagai nama rumah sakit besar di Semarang. RSUP dr. Kariadi menjadi simbol penghormatan terhadap jasa-jasanya. Rumah sakit ini tidak hanya melayani kesehatan, tetapi juga mengingatkan pentingnya pengorbanan bagi kemanusiaan.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit terbesar dan paling lengkap di Semarang. RSUP Dr. Kariadi berdiri megah di Jalan Doktor Sutomo No. 16, Randusari, Semarang Selatan.
Rumah sakit ini adalah tempat di mana dr. Kariadi mendedikasikan hidupnya sebagai tenaga medis. Dibangun pada masa penjajahan Belanda pada 9 September 1925, rumah sakit ini awalnya bernama Centrale Buzgerlijke Ziekewsichting (CBZ). Pada masa pendudukan Jepang, namanya berubah menjadi “Purusara” atau Pusat Rumah Sakit Rakyat.
Masyarakat Semarang mengenang dr. Kariadi sebagai sosok yang rela mengorbankan nyawanya demi orang lain. Perjuangannya mengajarkan arti keberanian dan kepedulian kepada sesama. Hingga kini, kisahnya terus menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Baca Juga: Sejarah Andi Depu, Wanita yang Mempertahankan Merah Putih
Sejarah dr. Kariadi mengajarkan bahwa setiap orang memiliki peran penting dalam membangun bangsa. Apa yang ia lakukan menunjukkan bahwa profesi apa pun dapat menjadi jalan perjuangan. Semoga perjuangan dr. Kariadi dalam mendukung kemerdekaan Indonesia terus menjadi inspirasi besar bagi generasi muda. (R10/HR-Online)