Sejarah Kaligrafi Islam, Jejak Seni Spiritual yang Mampu Melintasi Zaman

11 hours ago 6

harapanrakyat.com,- Sejarah kaligrafi Islam dari waktu ke waktu memiliki nilai yang begitu besar. Bukan hanya sekadar seni visual yang menggambarkan keindahan tulisan Arab, namun memiliki semangat spiritual yang begitu mendalam.

Seni kaligrafi Islam atau yang sering dikenal dengan istilah khat, bukan sekadar goresan tinta di atas benda. Sejarah mencatat bahwa perkembangan seni tulisan indah ini berjalan beriringan dengan turunnya Al Quran

Karena Islam pada masa awal menghindari penggambaran makhluk bernyawa seperti manusia dan hewan dalam seni rupa untuk menjaga kemurnian tauhid, para seniman Muslim mengalihkan energi kreatif mereka. Mereka fokus pada pengolahan huruf Arab.

Hasilnya adalah sebuah revolusi estetika. Huruf tidak hanya berfungsi sebagai penyampai pesan, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan ekspresi keindahan tertinggi.

Perjalanan Sejarah Kaligrafi Islam

Pada fase paling awal, tulisan Arab pra-Islam yang dikenal sebagai Nabataean masih berbentuk sangat sederhana dan kaku. Ketika wahyu mulai turun, kebutuhan untuk mendokumentasikan ayat-ayat Al-Quran menjadi pemicu utama evolusi tulisan ini. 

Sementara itu, di masa Khulafaur Rasyidin hingga awal Bani Umayyah, muncul jenis tulisan yang dikenal dengan gaya Hijazi. Gaya ini kemudian berkembang menjadi Kufi. Gaya Kufi ini memiliki karakter yang tegas, bersudut, dan geometris. Karena bentuknya yang monumental, Kufi menjadi pilihan utama. Terutama untuk menyalin Al-Quran di masa-masa awal, serta menghiasi dinding-dinding masjid dan mata uang dinar. Hal ini melambangkan kekokohan fondasi agama yang baru tumbuh tersebut.

Baca juga: Adzan Saat Hujan Angin, Sunnah yang Jarang Diketahui Umat Islam

Kemudian, ketika memasuki era Kekhalifahan Abbasiyah, terjadi lompatan besar dalam standarisasi seni tulis ini. Kebutuhan administrasi negara yang semakin luas menuntut adanya gaya tulisan yang lebih luwes. Produksi buku yang masif juga membuat gaya tulisan harus cepat ditulis dibandingkan Kufi. 

Di sinilah peran tokoh legendaris Ibnu Muqlah menjadi sangat vital. Ia merumuskan kaidah geometri penulisan standar atau al-Khatt al-Mansub, yang mengukur proporsi huruf berdasarkan titik belah ketupat. 

Inovasi ini melahirkan gaya-gaya kursif yang lebih cair dan indah. Gaya-gaya ini kemudian menjadi cikal bakal enam gaya tulisan utama atau Aqlam as-Sittah. Termasuk di antaranya Naskhi yang kita kenal mudah dibaca hingga hari ini. Ada juga Thuluth yang gagah dan sering menghiasi kiswah Ka’bah.

Penyempurnaan dari Bangsa Non-Arab

Sementara itu, perkembangan kaligrafi terus berlanjut dan menemukan bentuk penyempurnaan yang luar biasa. Penyempurnaan tersebut terjadi di tangan bangsa non-Arab, terutama Persia dan Turki Utsmani. 

Seniman Persia mengembangkan gaya Ta’liq dan Nasta’liq yang sangat elegan, menggantung, dan puitis, yang sering digunakan untuk menulis syair-syair suci.

Sementara itu, di masa Turki Utsmani, para sultan memberikan perhatian khusus pada seni ini. Hingga muncul ungkapan masyhur bahwa “Al-Quran turun di Makkah, dibaca di Mesir, dan ditulis di Istanbul.” 

Pada masa inilah lahir gaya Diwani yang rumit dan penuh hiasan. Awalnya, gaya ini digunakan khusus untuk dokumen rahasia kerajaan. Saking sulitnya dibaca oleh orang awam. Kini, warisan panjang sejarah tersebut tidak berhenti di museum atau dinding masjid tua saja. 

Di era modern, kaligrafi Islam bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi dan zaman. Para seniman kontemporer memadukan kaidah klasik dengan desain grafis modern, menciptakan karya yang disebut kaligrafi kontemporer atau hurufiyyah. 

Meskipun medianya berubah dari kulit binatang dan papirus menjadi kanvas digital, esensi utamanya tetap terjaga. Ini adalah upaya manusia untuk memuliakan firman Tuhan melalui keindahan visual. Dari gambaran sejarah kaligrafi Islam singkat di atas, menjadi bukti nyata. Peradaban mampu mengubah teks menjadi mahakarya seni yang abadi. (Muhafid/R6/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |