Sejarah Kerajaan Huamual memiliki kaitan erat dengan perkembangan perdagangan, adat, dan budaya masyarakat Maluku. Kerajaan ini sudah ada sebelum kedatangan Bangsa Belanda di Nusantara. Huamual merupakan salah satu kerajaan yang memiliki teritorial luas, yaitu terbentang dari ujung selatan Seram Barat ke Utara.
Dalam sejarah Indonesia, kala itu kekuasaan di wilayah ini memiliki peran besar di beberapa aspek kehidupan masyarakat sekitarnya.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama Nusantara
Sejarah Kerajaan Huamual, Dari Era Kejayaan Hingga Kemundurannya
Kerajaan Huamual berdiri pada tahun 1256 dan bertahan hingga abad ke-17. Wilayah kekuasaannya mencakup dari Tanjung Sial di ujung selatan Seram Barat hingga ke tanah genting Kota Nia di utara, yang terkenal sebagai “Jazirah Huamual.” Kawasan ini juga meliputi Pulau Buano, Pulau Kelang, dan Pulau Manipa. Pusat pemerintahan Kerajaan Huamual terletak di Luhu.
Kerajaan Huamual adalah salah satu kerajaan Islam tradisional yang pernah berdiri di wilayah Maluku, tepatnya di Jazirah Huamual, Seram Barat. Wilayah ini memiliki sejarah yang kaya dan erat kaitannya dengan jaringan perdagangan, kekuasaan, dan tradisi adat masyarakat Maluku.
Berikut adalah ulasan mengenai perkembangan Kerajaan Huamual yang memainkan peran penting dalam perkembangan sosial, ekonomi, dan politik kawasan Maluku.
Awal Berdirinya Kerajaan
Kerajaan Huamual menjadikan Luhu sebagai ibu kotanya sebelum kedatangan bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda. Pada masa kejayaannya, kerajaan ini berhasil mempersatukan 99 negeri di Jazirah Huamual, dengan Luhu sebagai pusat pemerintahan.
Peran strategis Luhu dalam perdagangan rempah-rempah menjadikannya salah satu negeri yang sangat penting di kawasan Maluku, berkontribusi pada kemakmuran wilayah tersebut. Dalam sejarah rempah Nusantara, Kerajaan Huamual terkenal sebagai penghasil rempah-rempah utama, seperti cengkeh yang menjadi komoditas bernilai tinggi dalam perdagangan internasional.
Hubungan dengan kerajaan-kerajaan besar di Maluku seperti Ternate dan Tidore cukup menguntungkan. Selain itu, koneksinya dengan pedagang Asia dan Arab memperkuat posisi Huamual dalam jaringan perdagangan global.
Puncak Kejayaan
Kerajaan Huamual mencapai masa kejayaannya ketika terintegrasi dalam jaringan perdagangan rempah-rempah internasional. Jaringan perdagangan tersebut melibatkan pedagang dari Asia, Timur Tengah, dan Eropa.
Lokasi strategis di Maluku membuat kerajaan ini menjadi pusat perdagangan penting, terutama pada abad ke-15 hingga 16. Pada masa ini, rempah dari Huamual, seperti cengkeh dan pala, menjadi barang dagangan yang sangat diminati di pasar global.
Selain itu, dalam sejarahnya, Kerajaan Huamual juga menjalin hubungan dengan kekuatan besar lainnya di Maluku, seperti Kesultanan Ternate dan Tidore. Hubungan ini memang tidak selalu harmonis. Karena sering terjadi persaingan dalam penguasaan wilayah dan pengendalian perdagangan rempah.
Perang Huamual, 50 Tahun Perlawanan
Kedatangan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada abad ke-17 membawa perubahan besar bagi Kerajaan Huamual. VOC berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku dengan menggunakan kekerasan.
Perlawanan rakyat Huamual terhadap penjajahan VOC mencapai puncaknya dalam Perang Huamual, yang berlangsung dari tahun 1602 hingga 1651. Selama perang ini, 98 dari 99 negeri di Huamual dihancurkan, dan hanya Negeri Luhu yang berhasil bertahan.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Bolaang Mongondow dan Masa Kejayaannya
Kerusakan besar yang berasal dari perang ini juga tercermin dalam bahasa adat Huamual. Bahasa tersebut biasanya digunakan dalam upacara adat seperti pelantikan raja Upulatu Luhu, yang menyimpan kenangan akan perjuangan dan penderitaan masyarakatnya.
Kekejaman Pemerintahan Kolonial Belanda
Pada masa kekuasaan Gubernur VOC seperti Van Diemen, Jan Pieterszoon Coen, dan Arnold de Vlamingh van Outshoorn (1655-1661), kekerasan dan pembantaian menjadi alat utama untuk memaksa masyarakat Huamual tunduk pada monopoli rempah-rempah.
Masa pemerintahan De Vlamingh terkenal sebagai salah satu yang paling brutal, dengan lebih dari 50.000 jiwa tewas. Kehancuran total ini membawa penderitaan mendalam bagi masyarakat Huamual, menghancurkan kehidupan mereka secara menyeluruh.
Kekejaman VOC di sejarah Kerajaan Huamual ini memaksa banyak penduduk untuk meninggalkan daerahnya. Mereka melarikan diri ke berbagai tempat di Maluku dan pulau-pulau sekitarnya, membawa serta budaya dan identitas mereka.
Penyebaran Penduduk Huamual
Masyarakat Huamual yang melarikan diri menyebar ke berbagai wilayah sehingga menciptakan komunitas baru di daerah-daerah tersebut. Beberapa contoh penyebaran ini adalah Penduduk Huamual menetap di Negeri Hatu (asalnya dari Hena Hatu, Piru). Kemudian Liang (di tempat yang bernama Hunimua).
Selain itu di beberapa wilayah lain seperti Latuhalat, Seilale, Amahusu, dan Nusaniwe. Sebagian besar penduduk Pulau Buru saat ini adalah keturunan masyarakat Huamual yang melarikan diri akibat perang.
Pada saat perang Ama Iha, Kerajaan Huamual mengirimkan 66 pucuk meriam beserta pasukannya untuk membantu Kerajaan Iha. Banyak dari mereka akhirnya menetap di Saparua.
Komunitas Huamual juga ditemukan di negeri-negeri seperti Soya, Kilang, Naku, Ema, Hatalai, dan Hutumuri.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Haru, Sempat Berjaya pada Masanya
Sejarah Kerajaan Huamual adalah cerminan dari kejayaan dan perjuangan masyarakat Maluku. Sebagai salah satu penghasil rempah-rempah utama, kerajaan ini memainkan peran penting dalam jaringan perdagangan dunia. Namun, kolonialisme dan monopoli perdagangan VOC membawa kehancuran besar bagi kerajaan ini. (R10/HR-Online)