Sejarah Tradisi Padusan yang Lahir dari Tanah Jawa

12 hours ago 6

Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi dan nilai adat istiadat. Salah satunya adalah sejarah tradisi padusan yang masih populer hingga kini, khususnya bagi masyarakat di Pulau Jawa. 

Baca Juga: Masyarakat Adat Darmaraja Sumedang Lestarikan Tradisi Munggahan di Bendungan Jatigede

Sama halnya dengan aktivitas ngabuburit, tradisi padusan juga menjadi ritual penting yang bisanya berlangsung untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Keberadaan tradisi ini menjadi simbol pembersihan diri, agar setiap individu yang memasuki bulan Ramadhan dalam keadaan suci secara lahir batin. 

Mengenal Asal Sejarah Tradisi Padusan di Pulau Jawa

Padusan merupakan tradisi dari masyarakat Jawa untuk menjaga iman terhadap godaan selama melaksanakan berbagai ibadah di bulan Ramadhan. Biasanya, satu hari sebelum memasuki bulan Ramadhan, masyarakat beramai-ramai melaksanakan tradisi padusan baik di kolam renang, pantai, maupun objek wisata air lainnya. 

Sejarah Padusan

Padusan merupakan tradisi Jawa yang berasal dari kata adus, yang berarti mandi. Secara denotatif, Padusan merujuk pada aktivitas mandi, sementara secara konotatif, tradisi ini dimaknai sebagai proses penyucian diri, baik secara fisik maupun spiritual, dalam menyambut hari atau bulan istimewa, termasuk Ramadhan.

Menurut buku Ensiklopedia Islam: Mengenal Metode Tarjih hingga Asal-Usul Tasbih karya Hafidz Muftisany, Padusan bukan sekadar ritual kebersihan, tetapi juga bentuk persiapan batin sebelum menjalankan ibadah. Selain itu, skripsi Pandangan Masyarakat Mengenai Tradisi Padusan oleh Retno Widyastutik menjelaskan bahwa tradisi ini telah ada sejak sebelum Islam berkembang di tanah Jawa.

Masyarakat akan pergi ke sumber atau wisata air lainnya untuk melangsungkan prosesi Padusan. Melalui tradisi ini, masyarakat percaya bahwa dosa-dosa di masa lalu akan hanyut bersama aliran air. 

Sejarah tradisi Padusan telah berlaku sejak masuknya ajaran Islam ke Tanah Jawa. Pada masa Kerajaan Majapahit, beberapa tokoh penting terbiasa melakukan mandi besar untuk mensucikan diri. Hal ini berlaku untuk para ksatria, brahmana, hingga empu. 

Sebelumnya, tradisi Padusan merupakan budaya serapan dari peninggalan agama Hindu, Budha, dan Animisme yang brkembang di Pulau Jawa. Kemudian, Wali Songo berhasil memadukan tradisi ini dengan ajaran agama Islam. Hingga akhirnya, lahirlah tradisi Padusan yang memiliki makna penting sebelum manusia meminta rahmat kepada Allah SWT.

Sebagai informasi, tradisi Padusan telah dilakukan secara turun-temurun oleh nenek moyang, hingga akhirnya menjadi sebuah adat. Terkait hal ini, tidak ada aturan resmi yang melatarbelakangi proses ritual Padusan. 

Namun, di Pemandian Cokro Tulung, Klaten, Jawa Tengah, tradisi Padusan berlangsung dengan proses khusus. Biasanya, pengunjung muda mudi duduk di depan kolam kecil yang memiliki mata air. Kemudian, mereka mengguyur kepala secara bergantian dengan gayung yang berisi air kembang. 

Kini, sejarah tradisi Padusan telah bergeser menjadi kegiatan wisata berenang. Bahkan, Padusan juga seringkali disertai dengan berbagai hiburan seperti orkes dangdut, atraksi reog, karnaval, dan lainnya. 

Padusan Menjadi Momen Intropeksi Diri

Padusan berkaitan erat dengan pembersihan diri dalam jiwa dan raga. Tradisi ini juga membawa makna penting, agar seseorang lebih siap dalam menyambut bulan suci Ramadhan. 

Baca Juga: Upacara Labuhan Merapi, Tradisi Penghormatan kepada Leluhur di Yogyakarta

Secara umum, tradisi Padusan merupakan momen untuk introspeksi diri dan merenungkan dosa-dosa yang selama ini dilakukan. Hal inilah yang menjadikan tradisi Padusan sebaikya dilakukan di tempat yang sepi dan tenang. 

Suasana yang lebih tenang, tentu dapat menjadikan seseorang lebih fokus untuk berintropeksi diri. Suasana yang hening juga memudahkan individu untuk memiliki niat lurus, sehingga tujuan tradisi Padusan dapat terpenuhi dengan baik. 

Padusan memiliki makna mendalam sebagai bentuk penyucian diri, baik secara fisik maupun spiritual. Tradisi ini bertujuan untuk membersihkan segala kotoran yang melekat pada tubuh serta mensucikan jiwa, sehingga seseorang dapat menjalankan ibadah puasa dengan hati yang bersih dan raga yang suci.

Selain sebagai ritual penyucian, Padusan juga memiliki makna simbolis dalam budaya Jawa. Tradisi ini merepresentasikan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta memperkuat ikatan dengan leluhur dan masyarakat sekitar.

Tak hanya itu, Padusan juga berperan dalam pelestarian budaya lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Dengan terus melaksanakan tradisi ini, masyarakat turut menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan tidak tergerus oleh perubahan zaman.

Tradisi Padusan di Yogyakarta

Sejarah tradisi Padusan sendiri ,sudah dilestarikan di wilayah Yogyakarta. Hal ini berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I.

Saat itu, tradisi Padusan rutin diadakan di kolam-kolam masjid atau sumber mata air yang terpilih dari Keraton. Dalam sejarahnya, tradisi Padusan berlangsung secara terpisah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. 

Pihak laki-laki akan turun ke kolam dan menceburkan diri ke dalamnya. Sementara itu, pihak perempuan juga melakukan hal yang sama, namun berada di tempat berbeda dan lebih tertutup. 

Memasuki tahun 1950, tradisi Padusan mulai menekankan pada pembersihan rohani. Oleh sebab itu, masyarakat lebih memilih melangsungkan tradisi Padusan di rumah masing-masing. 

Berkurangnya sumber air murni juga menjadikan masyarakat lebih memilih untuk melangsungkan prosesi Padusan di rumah masing-masing. Hal ini tidak menjadi masalah yang berarti, karena tradisi Padusan lebih menekankan pada kesungguhan niatnya, bukan soal tempat pemilihan ritualnya. 

Baca Juga: Mengulas Tradisi Ngaruwat Bumi di Subang, Ungkapan Rasa Syukur Hasil Bumi Melimpah

Sejarah tradisi padusan cukup populer di kalangan masyarakat Jawa yang berlangsung sehari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Dalam hal ini, masyarakat berbondong-bondong melangsungkan ritual untuk membersihkan diri dari segala dosa di masa lalu. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |