harapanrakyat.com,- Todung Mulya Lubis menuding penetapan tersangka Hasto Kristiyanto sangat kental dengan muatan politik. Pengacara ternama ini menyebut aparat mendapat tekanan. Sehingga penetapan tersangka cacat secara hukum.
Pengacara sekaligus kuasa hukum Hasto Kristiyanto ini menuding adanya muatan politis dan tekanan politik saat menetapkan Sekjen PDIP tersebut sebagai tersangka.
Bertemu awak media dalam sidang pertama praperadilan pada Selasa (21/1/2025), Todung memastikan penetapan Hasto sebagai tersangka seharusnya cacat secara hukum.
“Mengapa penetapan tersangka itu kami anggap cacat. Tidak berlebihan, kan apabila saya kemudian sampaikan penetapan tersangka Hasto Kristiyanto ini sangat kental dengan muatan politik, jadi penuh dengan politisasi,” beber Todung.
Baca Juga: Ditetapkan Sebagai Tersangka, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto Gugat Praperadilan
Sebelumnya pada 24 Desember 2024 lalu, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Dengan posisinya sebagai Sekjen PDIP, Hasto diduga terlibat dalam suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI. Kasus yang sama juga menyeret politisi PDIP yang saat ini masih buron, Harun Masiku.
Dalam Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) berbeda, KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka dengan dugaan perintangan penyidikan. Ia dituding memerintahkan Harun untuk melarikan diri saat KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Berkebalikan dengan keterangan KPK, pengacara sekaligus kuasa hukum Hasto itu justru menuding adanya intervensi politik dalam kasus tersebut. Todung menilai terdapat tekanan politik pada aparat saat menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Untuk itu melalui sidang praperadilan, Todung pun berharap penegakan hukum akan bersifat steril dan independen.
“Kami menginginkan penegakan hukum bebas dari tekanan, namun saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa ada aroma tekanan politik dalam penetapan tersangka ini,” kata Todung.
Baca Juga: KPK Tidak Tahu Keberadaan Harun Masiku, Dukung Adanya Sayembara Rp 8 Miliar
“Semoga hakim yang menangani praperadilan ini menyadari tantangan yang dihadapinya, yaitu apakah pengadilan benar-benar independen, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Terlepas dari pengaruh dan intervensi politik,” tambahnya. (Revi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)