harapanrakyat.com,- Warga Kampung Cilimus, RT 20 RW 03, Desa Puspahiang, Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat menampilkan atraksi unik dalam pawai memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia, Minggu (17/8/2025). Warga Puspahiang ini menghadirkan sebuah naga raksasa yang diarak keliling desa oleh para pemuda dengan kostum plastik hitam dan topeng menyeramkan. Menariknya, naga raksasa tersebut mengusung tema “Matinya Sila ke-5, Matinya Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Hilman, salah seorang pemuda setempat, menjelaskan bahwa pawai arak-arakan sudah menjadi tradisi rutin setiap peringatan 17 Agustus. Setiap kampung menampilkan kreasi masing-masing yang kemudian dinilai oleh kepala desa.
Baca Juga: Tugu Batalyon Beruang Merah, Penghadang Musuh dari Sektor Tasikmalaya Selatan
“Inisiatornya bernama Ade Mulyana, sangat kreatif. Ia dibantu para pemuda dan bapak-bapak untuk membuat naga raksasa ini,” kata Hilman, Selasa (19/8/2025).
Menurut Hilman, naga raksasa yang dibuat warga Puspahiang untuk arak-arakan 17 Agustus terinpirasi dari ogoh-ogoh Bali.
“Biasanya di Bali kan ada ogoh-ogoh, banyak patung besar kami terinspirasi dari sana. Para pemuda akhirnya inisiatif membuat naga raksasa ini,” katanya.
Naga Raksasa Buatan Warga Puspashiang Tasikmalaya Gunakan Bahan Sederhana
Proses pembuatan naga raksasa itu memakan waktu sekitar dua pekan dengan biaya sekitar Rp700 ribu. Bahan-bahannya pun sederhana, mulai dari kerangka bambu hingga spons sumbangan warga.
“Butuh waktu dua pekan. Jadi untuk pembuatan seragam plastik dan naga raksasa, memanfaatkan barang yang ada. Misalnya untuk sisit naga raksasa menggunakan spons, ada yang menyumbang secara gratis. Budgetnya pun cuma habis Rp700 ribu,” katanya.
Sementara itu, kostum dari plastik hitam sengaja dipilih karena murah dan menambah kesan seram.
“Alasan para pemuda memakai kostum plastik warna hitam biar terkesan seram dan biaya murah, seragamnya jadi seadanya,” jelasnya.
Adapun terkait tema ‘Matinya sila Pancasila ke-5’, Hilman mengatakan, naga raksasa merupakan simbol dari susahnya mencari keadilan di Indonesia.
“Pertunjukan kemarin mengangkat tema matinya sila ke-5, matinya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai pesan moral tentang sulitnya mencari keadilan di masyarakat,” pungkasnya. (Apip/R7/HR-Online/Editor-Ndu)