Kisah Ghulam Ashabul Ukhdud adalah sebuah catatan kelam serta bukti kuat tentang keteguhan iman di tengah ujian berat. Ketika dipaksa meninggalkan agama mereka, puluhan ribu umat Nasrani memilih untuk mempertahankan keyakinan mereka hingga akhir hayat.
Baca Juga: Kisah Perang Hamra Ul Asad, Tetap Semangat Meski Terluka
Tindakan keji pembakaran massal dalam parit pun tak mampu menggoyahkan iman mereka. Kisah ini menjadi inspirasi bagi umat beragama di seluruh dunia, menunjukkan betapa berharganya nilai-nilai keimanan.
Kisah Ghulam Ashabul Ukhdud yang Menginspirasi
Pada masa lampau, terdapat banyak kisah yang dapat menjadi teladan. Salah satunya adalah cerita tentang sekelompok orang beriman kepada Allah SWT yang tetap teguh menjaga ketauhidan meskipun berhadapan dengan ancaman kematian. Kisah ini terkenal sebagai Ashabul Ukhdud.
Kisah ini Allah Azza wa Jalla abadikan dalam Al-Qur’an Surat Al-Buruj ayat 1-9 serta dalam sebuah hadits sahih yang panjang. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Az-Zuhd pada bab “Qishashotu Ash-habil Ukhdud was Sahir war Rahib wal Ghulam: 3005.”
Kaum yang Rela Mati Demi Menjaga Keimanan
Dalam kisah tersebut, menceritakan sebuah kaum yang rela memilih mati dalam kobaran api dalam parit daripada meninggalkan keimanan mereka. Kaum ini terkenal sebagai kaum Faimiyun. kaum ini mayoritas mengikuti ajaran Nabi Isa AS.
Peristiwa tragis ini terjadi di Najran pada tahun 523 Masehi, ketika pemimpin wilayah Yaman yakni Kabilah Himyar dengan raja terakhirnya bernama Yusuf bin Syarhabill. Raja ini mempunyai julukan Zur’ah Dzu Nuwaz. Ia terkenal kejam, zalim, dan selalu memuja dirinya sendiri.
Kisah Ghulam Ashabul Ukhdud bermula karena kediktatorannya. Kaum Faimiyun mengalami pemaksaan untuk meninggalkan keimanan mereka kepada Allah SWT. Namun, mereka menolak dengan tegas. Sehingga membuat raja tersebut murka.
Akibatnya, ia menghukum mereka dengan membakar mereka hidup-hidup dalam parit yang telah dibuatnya. Tidak peduli usia atau kondisi, baik orang tua, pemuda, remaja, ibu-ibu, maupun bayi, semua ia lempar ke dalam kobaran api tersebut hingga tewas terbakar. Total sekitar 20.000 jiwa menjadi korban kekejaman Dzu Nuwaz.
Menurut Al-Mufradat fi Gharib al-Quran, istilah “Ukhdud” berasal dari kata “Khadd,” yang bermakna “parit atau selokan lebar dan dalam di tanah.”
Istilah ini mereka gunakan karena menjadi tempat pembakaran terjadi. Sementara itu, Ukhdud sendiri merujuk pada sebuah wilayah yang terletak sekitar 5 kilometer selatan Kota Najran, Arab Saudi. Tempat parit tersebut hasil karya sang penguasa zalim.
Awal Mula Kisah
Kisah Ghulam Ashabul Ukhdud ini bermula dari seorang penyihir kerajaan yang mencari penerus karena usianya telah tua. Ia memilih seorang pemuda cerdas yang ternyata juga belajar kepada seorang rahib beriman kepada Allah SWT.
Baca Juga: Peristiwa di Gua Hira yang Penting untuk Diketahui
Suatu hari, pemuda itu membuktikan kebenaran ajaran rahib dengan berdoa kepada Allah untuk membunuh hewan buas yang menghalangi jalan. Doanya terkabul, dan hewan itu mati seketika.
Pemuda tersebut kemudian orang kenal memiliki kemampuan luar biasa, seperti menyembuhkan kebutaan dan penyakit lainnya.
Kemudian, seorang penasihat kerajaan yang buta mendatanginya untuk meminta kesembuhan. Pemuda itu menolak hadiah yang ditawarkan dan menyatakan bahwa hanya Allah SWT yang dapat menyembuhkan. Dengan syarat beriman kepada Allah, penasihat itu sembuh.
Ketika raja zalim, Zur’ah Dzu Nuwaz, mengetahui hal ini, ia murka karena penasihatnya mengakui Allah sebagai Tuhan. Raja memaksa pemuda itu meninggalkan imannya, tetapi pemuda tersebut tetap teguh.
Raja kemudian menyiksa rahib dan penasihat itu hingga wafat. Pemuda itu juga dihukum, tetapi Allah selalu menyelamatkannya dari berbagai upaya pembunuhan.
Upaya Raja Melawan Kekuatan Doa
Kisah Ghulam Ashabul Ukhdud berlanjut saat raja tidak menyerah dengan usahanya melenyapkan si pemuda.
Saat itu, pemuda dibawa ke gunung atas perintah raja. Para prajurit diperintahkan agar menjatuhkan ke jurang saat pemuda itu tidak juga murtad. Kemudian, si pemuda akhirnya berdoa kepada Allah SWT. Sehingga, gunung tersebut berguncang sampai menewaskan seluruh prajurit. Ia pun selamat.
Tak sampai disitu saja, sang raja pun kembali mencari cara untuk melenyapkan si pemuda. Raja memerintahkan para prajurit untuk membawa pemuda itu ke laut. Lagi-lagi dengan kekuatan doa, ombak dan badai menerjang, sehingga para prajurit tenggelam. Pemuda tersebut kembali selamat.
Akhirnya, pemuda itu menyerahkan diri dan menyarankan raja untuk mengucapkan kalimat “Demi nama Tuhannya anak ini” sebelum memanahnya. Raja pun mengabulkan permintaan si pemuda. Akhirnya, pemuda itu wafat.
Ketika pemuda itu wafat, banyak rakyat yang menyaksikan peristiwa tersebut justru semakin beriman kepada Allah. Kemarahan raja memuncak. Lalu ia memerintahkan pembakaran massal terhadap para pengikut Allah, termasuk seorang ibu yang menggendong bayinya.
Baca Juga: Sejarah Bani Jurhum, Suku Pertama yang Menghuni Makkah
Kisah Ghulam Ashabul Ukhdud ini mengajarkan keteguhan iman kepada Allah SWT meski nyawa menjadi taruhan. Keimanan sejati tidak dapat tergantikan oleh apapun di dunia. Wallahu a’lam bisshawab. (R10/HR-Online)