Sejarah Mahesa Jenar tak lepas dari karakter utama dalam cerita silat terkenal “Nagasasra dan Sabukinten” karya Singgih Hadi Mintardja (SH Mintardja). Kisah ini pertama kali muncul sebagai cerita bersambung pada tahun 1964 di harian Kedaulatan Rakyat.
Cerita ini kemudian terbit sebagai buku pada tahun 1966 dan menjadi salah satu kisah epik dalam kesusastraan Indonesia. Mengisahkan mantan prajurit Kesultanan Demak, Mahesa Jenar, cerita ini berfokus pada pencariannya terhadap dua pusaka keris kerajaan: Nagasasra dan Sabukinten.
Baca Juga: Sejarah Raja Haji Fisabilillah, Pahlawan Nasional dari Riau
Tokoh ini terkenal sebagai simbol ksatria yang teguh, kuat, dan memiliki misi mulia dalam menghadapi berbagai konflik yang bergejolak di masa Kesultanan Demak.
Sejarah Mahesa Jenar, Tokoh Utama Cerita Nagasasra dan Sabukinten
Mahesa Jenar populer dengan nama asli Rangga Tohjaya, gelar yang ia peroleh saat masih menjadi prajurit elit di Kesultanan Demak. Ia berasal dari Kadipaten Pandan Aran (sekarang di Semarang) dan merupakan murid Ki Ageng Pengging Sepuh, juga terkenal sebagai Pangeran Handayaningrat, putra Prabu Brawijaya V.
Sejak muda, Mahesa Jenar sudah berlatih keras untuk menjadi seorang pejuang, bahkan mengembangkan ilmunya dari tata gerak alam dan memadukan kekuatan serta ketangkasan. Mahesa Jenar digambarkan sebagai sosok yang jantan dan memiliki sikap ksatria sejati.
Mahesa tidak pernah mengharapkan imbalan atas perjuangannya dan bahkan sering mengesampingkan kebahagiaan pribadinya demi kebenaran yang ia yakini. Dalam perjalanan hidupnya, ia berinteraksi dengan banyak tokoh sejarah seperti Sultan Trenggana, Jaka Tingkir, dan Panjawi.
Di kisah tersebut, Mahesa Jenar adalah prajurit yang sangat dihormati hingga akhirnya meninggalkan jabatannya setelah dituduh terlibat dalam pencurian pusaka kerajaan. Peristiwa ini menjadi titik awal pengembaraannya untuk menemukan kembali keris Nagasasra dan Sabukinten demi memulihkan nama baiknya dan membawa kehormatan bagi Kesultanan Demak.
Perjalanan dan Konflik dalam Pengembaraan
Di dalam sejarahnya, selama pengembaraan Mahesa Jenar terlibat dalam berbagai konflik. Salah satunya adalah membantu sahabatnya, Ki Ageng Gajah Sora yang menerima fitnah atas pencurian pusaka kerajaan.
Persahabatan mereka mendapatkan ujian dan semakin erat saat Mahesa Jenar akhirnya membawa putra sahabatnya, Arya Salaka, dalam pelariannya. Arya Salaka kemudian menjadi anak angkat sekaligus muridnya. Mahesa Jenar mendidiknya menjadi seorang ksatria.
Mahesa Jenar juga bersahabat dengan Ki Ageng Sela Enom, terkenal sebagai Nis Sela yang konon memiliki kelincahan menangkap petir. Persahabatan dan pengaruh dari tokoh-tokoh besar ini memperkaya perjalanan spiritual dan emosional Mahesa Jenar.
Hal itu mengantarkannya pada pertempuran-pertempuran yang tak hanya menguji fisiknya saja. Akan tetapi juga kecerdasan serta ketulusan hatinya.
Kisah Cinta dengan Dewi Rara Wilis
Dalam sejarah Mahesa Jenar, ia mengalami kisah cinta yang rumit dengan Dewi Rara Wilis. Mereka bertemu saat Mahesa Jenar menyelamatkan Rara Wilis dari serangan penjahat Jaka Soka dan Lawa Ijo.
Meskipun keduanya saling mencintai, Mahesa Jenar merasa ia tidak bisa memberikan kebahagiaan yang layak bagi Rara Wilis. Konflik batin ini mencerminkan sisi lain dari karakter Mahesa Jenar sebagai pria yang sangat tulus.
Baca Juga: Sejarah Pangeran Sabrang Lor, Pejuang Tangguh Tanah Demak
Namun terkesan keras dan kaku, terutama saat berurusan dengan perasaan wanita. Walau demikian, Rara Wilis selalu setia pada Mahesa Jenar. Bahkan memberi nasihat yang berharga saat sang ksatria dalam kebimbangan.
Keahlian dan Kesaktian Mahesa Jenar
Mahesa Jenar tidak hanya terkenal karena keberaniannya, tetapi juga karena keahliannya dalam ilmu bela diri dan kekuatan spiritual. Ia menguasai ilmu Sasra Birawa dari perguruan Pengging, warisan gurunya, Ki Ageng Pengging Sepuh.
Ilmu ini memungkinkan Mahesa Jenar menghancurkan benda besar dengan kekuatan tangannya. Dalam bimbingan Ki Kebo Kanigara, saudara seperguruan gurunya, ilmu Mahesa Jenar meningkat pesat hingga melebihi kesaktian gurunya sendiri.
Dalam sejarahnya, Mahesa Jenar memiliki kemampuan meniru gerakan binatang yang memperkaya gaya bela dirinya dan membuatnya tak terkalahkan. Keahliannya dalam menggunakan berbagai senjata juga mengukuhkan posisinya sebagai ksatria yang tak tertandingi.
Selain itu, Mahesa Jenar kebal terhadap racun karena darahnya mengandung bisa ular Gundala Seta yang ia peroleh dari Ki Ageng Sela. Keistimewaan ini pernah ia buktikan saat menyembuhkan luka temannya Wirasaba yang terluka oleh senjata beracun.
Kecerdasan dan Kepiawaian Strategi
Mahesa Jenar terkenal sebagai petarung yang cerdas. Ia mampu mengamati setiap gerakan lawan dan menyesuaikan strategi berdasarkan pola serangan yang ia hadapi.
Kecerdasannya terbukti saat ia berhasil mengungkap identitas sosok misterius bernama Pasingsingan yang ternyata adalah Panembahan Ismaya, guru dari para Pasingsingan. Selain itu, Mahesa Jenar berhasil mengembangkan ilmu Sasra Birawa sebagai ilmu pertahanan, melampaui tujuannya yang semula hanya untuk menyerang.
Warisan Mahesa Jenar dan Inspirasi Bagi PSIS Semarang
Tokoh Mahesa Jenar tidak hanya hidup dalam cerita silat SH Mintardja, tetapi juga telah menjadi ikon budaya bagi masyarakat Semarang dan sekitarnya. Nama Mahesa Jenar bahkan menjadi julukan untuk klub sepak bola PSIS Semarang.
Sebagai simbol kekuatan, ketangguhan, dan semangat juang yang tinggi. Keberadaan tokoh ini dalam budaya populer menunjukkan betapa kuatnya pengaruh cerita Nagasasra dan Sabukinten dalam membentuk identitas lokal dan menghargai nilai-nilai kejujuran serta pengorbanan.
Baca Juga: Kisah Letnan Merpati Anumerta yang Membuat Belanda Kewalahan
Nah, demikian tadi sejarah Mahesa Jenar secara singkat. Mahesa Jenar adalah simbol ksatria sejati yang selalu berjuang demi kebenaran tanpa pamrih, dan kisahnya terus terkenang hingga kini. (R10/HR-Online)