Sejarah Teluk Naga Tangerang, Asal Mula Gerbang Masuk Pedagang Tiongkok

2 months ago 34

Sejarah Teluk Naga Tangerang konon katanya menjadi gerbang masuk para pedagang asal Tiongkok. Teluk Naga sendiri merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Tangerang, Banten. Kecamatan ini terkenal sebagai salah satu wilayah dengan akulturasi budaya yang sangat kental. 

Baca Juga: Sejarah Candi Tugu Semarang, Perbatasan Majapahit – Pajajaran

Kawasan ini menjadi bukti nyata percampuran budaya Tionghoa dan tradisi lokal Banten yang harmonis. Lokasinya strategis, dekat dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Hal itu menjadikan Teluk Naga sebagai daerah yang penting secara historis maupun geografis.

Sejarah Teluk Naga Tangerang, Harmoni Budaya Tionghoa dan Banten

Sejarah Teluk Naga bermula pada tahun 1407, ketika sebuah rombongan pasukan dari Tiongkok, yang berada di bawah pimpinan Laksamana Chen Ci Lung, terdampar di sebuah teluk di Desa Pangkalan. Kapal perang mereka berhiaskan ukiran berbentuk kepala naga, yang kelak menjadi inspirasi nama daerah ini. 

Penduduk setempat, yang berada di bawah pimpinan Adipati Anggalarang, menerima kedatangan mereka dengan tangan terbuka. Laksamana Chen Ci Lung yang populer sebagai Panglima Ha Lung di kalangan masyarakat, dan pasukannya memutuskan untuk menetap di desa tersebut. 

Mereka berbaur dengan penduduk lokal melalui perkawinan, menciptakan komunitas baru yang memadukan budaya Tionghoa dan Banten. Nama Teluk Naga sendiri berasal dari kata “teluk,” merujuk pada lokasi terdamparnya kapal, dan “naga,” yang menggambarkan ukiran pada kapal mereka.

Perkembangan Pemukiman Tionghoa

Dalam sejarah Teluk Naga Tangerang, pada tahun 1513, generasi pertama komunitas Tionghoa di Teluk Naga mulai merantau ke daerah Pasar Lama, Banten. Mereka membangun pemukiman baru yang terorganisasi dengan baik.

Pemukiman tersebut terdiri dari tiga bagian utama, yakni bagian atas untuk klenteng dan masjid, bagian tengah untuk pemukiman, dan bagian bawah yang dekat dengan aliran Sungai Cisadane.

Pola pemukiman ini mencerminkan nilai toleransi yang tinggi, dengan sejajarnya kedudukan antara klenteng dan masjid. Penduduk Teluk Naga, baik yang tinggal maupun merantau, menghormati keberagaman agama. 

Meskipun banyak yang memeluk agama Buddha dan Konghucu, sebagian besar keturunan Tionghoa juga memeluk Islam. Hal ini memperlihatkan harmoni multikultural yang mengakar kuat.

Simbol-Simbol Budaya di Teluk Naga

Ciri khas Teluk Naga yang mencolok adalah keberadaan perahu naga yang melintasi Sungai Cisadane. Hingga kini, tradisi tersebut menjadi simbol yang melekat pada daerah ini. 

Selain itu, dua vihara besar, yaitu Vihara Tri Maha Dharma dan Vihara Hok Tek Bio, menjadi tempat ibadah penting bagi komunitas Tionghoa setempat. Kampung Kali Mati, yang terletak di Desa Kampung Melayu Barat, juga menjadi daya tarik unik. 

Wilayah ini memancarkan harmoni antara mayoritas masyarakat Tionghoa dan penganut agama lainnya. Sementara itu, Tanjung Pasir, salah satu destinasi wisata di Teluk Naga, menawarkan perjalanan singkat menuju Pulau Untung Jawa. Sehingga menjadikannya pilihan favorit wisatawan daripada rute melalui Ancol yang lebih mahal dan memakan waktu.

Kisah Pahlawan Lokal: Si Ayub dari Teluk Naga

Dalam sejarahnya, Teluk Naga Tangerang memiliki cerita rakyat yang menginspirasi tentang seorang jagoan lokal bernama Syech Al-Ayubi, atau lebih terkenal sebagai Si Ayub. Ia populer sebagai pahlawan yang melawan penindasan penjajah pada masanya. 

Baca Juga: Sejarah Masjid Syuhada Yogyakarta dan Proses Pembangunannya

Kisah perjuangan Si Ayub bahkan pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1970-an. Hal tersebut tentu saja mempertegas warisan sejarah daerah ini.

Kesenian Tradisional: Tarian Cokek

Salah satu seni budaya khas Teluk Naga adalah tarian Cokek yang merupakan perpaduan kesenian Betawi dan Tionghoa. Awalnya, tarian ini ditampilkan untuk menghibur para saudagar Tionghoa pada pesta pernikahan atau acara hiburan lainnya. 

Namun, seiring waktu, tarian Cokek berkembang menjadi bentuk kesenian yang dilestarikan oleh generasi muda di Tangerang dan sekitarnya.

Harmoni Multikultural di Teluk Naga

Teluk Naga adalah contoh nyata kehidupan multikultural yang harmonis. Masyarakatnya menjunjung tinggi nilai saling menghormati dan kebersamaan. 

Selain itu, keberagaman pola kehidupan masyarakatnya membuat Teluk Naga layak mendapat julukan sebagai “miniatur Tangerang,” dengan kombinasi antara kehidupan perkotaan modern dan tradisional.

Potensi Strategis Teluk Naga

Secara geografis, Teluk Naga berbatasan dengan Kecamatan Kosambi di timur, Kecamatan Pakuhaji di barat, serta laut yang terhubung dengan Kepulauan Seribu di utara. 

Letaknya yang dekat dengan Jakarta dan Bandara Soekarno-Hatta memberikan potensi besar sebagai daerah penunjang ibu kota. Selain strategis, Teluk Naga juga memiliki keunggulan berupa wilayah yang sebagian besar bebas banjir. 

Area persawahan dan resapan air yang luas menjadi faktor utama yang menjaga kondisi ini. Namun, pembangunan yang tidak terencana dapat mengancam keseimbangan lingkungan di masa depan.

Penutup

Baca Juga: Sejarah Kampung Arab di Puncak Bogor, dari Sindrom Cinderella Complex hingga Komodifikasi Perempuan

Sejarah Teluk Naga Tangerang adalah gambaran harmonis perpaduan budaya, sejarah, dan kehidupan modern. Dengan keindahan alam, kekayaan budaya, dan toleransi yang tinggi, daerah ini menjadi salah satu kawasan yang layak untuk kita lestarikan dan kembangkan secara berkelanjutan. Teluk Naga bukan hanya simbol akulturasi, tetapi juga harapan bagi masa depan Tangerang yang lebih inklusif dan maju. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |