Kehadiran berbagai jenis-jenis stablecoin crypto menjadi solusi utama bagi para investor yang ingin menghindari volatilitas ekstrem namun tetap berada dalam ekosistem aset digital. Investasi dan perdagangan dalam pasar crytocurrency memang terkenal memiliki profil risiko cukup tinggi. Ini karena fluktuasi harga jauh lebih besar daripada pasar saham tradisional.
Baca Juga: Investasi Kripto RACA Coin Miliki Berbagai Kemudahan, Intip Caranya!
Meskipun pergerakan yang tajam dapat memberikan keuntungan besar dalam waktu singkat, kondisi tersebut juga menyimpan risiko kerugian. Tentu dampaknya sangat signifikan bagi portofolio yang tidak terdiversifikasi dengan baik.
Memahami Lebih Dalam Mengenai Jenis-jenis Stablecoin Crypto
Stablecoin sendiri merupakan instrumen mata uang digital yang memiliki nilai tetap antar waktu. Berbeda dengan Bitcoin yang harganya murni ditentukan oleh permintaan pasar, nilai patokan stablecoin (pegged) pada aset dengan stabilitas harga lebih baik. Kehadirannya sangat krusial dalam ekosistem blockchain karena berfungsi sebagai alat tukar, penyimpan nilai, hingga tempat berlindung bagi investor saat kondisi pasar sedang tidak menentu.
Dalam ekosistem blockchain, tidak semua pengelolaan stablecoin dengan mekanisme yang sama. Stabilitas harganya bertahan melalui berbagai metode penjaminan (collateralization) yang berbeda. Berikut adalah klasifikasi utama berdasarkan aset jaminan yang digunakan:
1. Fiat-Collateralized Stablecoin
Jenis-jenis stablecoin crypto ini merupakan yang paling umum dan banyak dalam pasar global. Koin ini terjamin dengan cadangan mata uang fiat seperti Dolar AS atau Rupiah dengan rasio 1:1. Lembaga penerbit harus menyimpan jaminan uang tunai setara dengan jumlah token yang beredar.
- Tether (USDT): Merupakan pionir stablecoin sejak 2014 dengan likuiditas tertinggi dalam pasar global.
- USD Coin (USDC): Terkenal karena tata kelola yang lebih transparan dan auditnya oleh lembaga akuntan publik secara berkala.
- Rupiah Token (IDRT): Aset kripto yang berjalan pada jaringan Ethereum dengan jaminan saldo Rupiah asli pada bank penjamin.
2. Commodity-Collateralized Stablecoin
Selain uang tunai, terdapat jenis yang mendasarkan nilainya pada komoditas berharga. Hal ini memungkinkan kepemilikan aset berharga secara digital tanpa kendala logistik penyimpanan fisik.
Baca Juga: OJK Perkuat Strategi Pengawasan Aset Kripto demi Keamanan Investor
- PAX Gold (PAXG): Setiap token terjamin oleh emas batangan fisik yang tersimpan dalam brankas resmi di London.
- Tether Gold (XAUT): Menawarkan eksposur terhadap harga emas dengan jaminan fisik yang tersimpan dalam wilayah Swiss.
3. Crypto-Collateralized Stablecoin
Jenis-jenis stablecoin crypto ini lebih terdesentralisasi karena menggunakan aset kripto lainnya sebagai jaminan. Mengingat harga kripto fluktuatif, mekanismenya adalah overcollateralization (jaminan berlebih).
Contoh utamanya adalah pengelolaan DAI oleh MakerDAO. Untuk mendapatkan DAI, pengguna harus mengunci aset seperti Ethereum dalam jumlah lebih besar (biasanya rasio 150%) berbanding nilai koin untuk menjaga stabilitas dari penurunan harga aset jaminan.
4. Algorithmic Stablecoin
Ini adalah jenis yang paling inovatif namun memiliki risiko tinggi karena tidak menggunakan aset fisik sebagai jaminan. Kestabilan harga tercapai melalui algoritma dan smart contract yang memanipulasi suplai koin secara otomatis. Jika harga melampaui target, sistem akan menambah suplai, dan sebaliknya, sistem akan mengurangi jumlah koin beredar jika harga turun di bawah target.
Baca Juga: Apa Saja Saham Crypto yang Akan Naik Tahun 2025? Simak Ulasannya
Pemahaman mengenai jenis-jenis stablecoin crypto sangat membantu dalam menyusun strategi mitigasi risiko dalam pasar digital. Stablecoin berbasis fiat dan komoditas menawarkan rasa aman melalui jaminan aset nyata. Sementara jenis-jenis stablecoin berbasis crypto dan algoritma menawarkan transparansi melalui sistem yang terdesentralisasi. Meskipun menawarkan stabilitas, setiap jenis tetap memiliki risiko tersendiri, mulai dari masalah transparansi lembaga penerbit hingga kerentanan sistem algoritma, sehingga penelitian mendalam tetap menjadi keharusan sebelum melakukan transaksi. (R10/HR-Online)

10 hours ago
4

















































