Mengenal Sosok Bu Dar Mortir, Pejuang Wanita Asal Surabaya Pioner Dapur Umum

11 hours ago 4

Sosok Bu Dar Mortir patut menjadi teladan berkat perjuangannya di balik layar pertempuran 10 November 1945 di Surabaya silam. Siapa yang menyangka berkat keberhasilannya mengatur dapur umum pada masa pertempuran tersebut, mampu membantu para pejuang dari rasa lapar akibat peperangan.

Baca Juga: Perjuangan KH Anwar Musaddad, Tokoh Pendidikan Asal Garut dan Pencetus Berdirinya UIN

Sosok wanita tangguh inilah yang juga berperan memastikan bahwa semua pejuang yang bertempur wajib mendapatkan bagian nasi bungkus. Bahkan ia rela menjual perhiasan miliknya untuk membeli pasokan makanan pada masa perjuangan tersebut. Untuk mengenal sosoknya lebih dalam, maka simak artikel selengkapnya di bawah ini.

Peran Bu Dar Mortir Membantu Bung Tomo di Area Dapur Pertempuran 10 November 1945

Setiap 10 November, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebagai bentuk penghormatan terhadap para pejuang yang telah berjuang demi kemerdekaan. Peringatan ini tidak terlepas dari peristiwa heroik pada November 1945, di mana Bung Tomo dan para pejuang Surabaya melawan pasukan Sekutu yang berusaha kembali menguasai Indonesia.

Pertempuran dahsyat yang terjadi di Surabaya menjadi salah satu simbol keberanian dan semangat juang rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Oleh karena itu, Hari Pahlawan menjadi momentum penting untuk mengenang jasa para pahlawan serta menanamkan nilai-nilai perjuangan dalam kehidupan bangsa.

Kala itu, pertempuran dipicu oleh tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, komandan Angkatan Perang Inggris di Indonesia. Karena kejadian tersebut, terjadilah pertempuran hebat hingga melibatkan banyak pejuang Surabaya yang ikut berperang melawan penjajahan. Oleh karena itu, banyak tersedia dapur-dapur umum untuk membantu memastikan pasokan bahan makanan cukup untuk berperang. 

Sosok Bu Dar Mortir merupakan salah tokoh yang berperan dalam membantu Bung Tomo dan kawan-kawannya di balik layar dapur umum tersebut. Meski terbilang sepele, namun berkat perannya inilah para pejuang memiliki tenaga untuk berperang melawan penjajahan kala itu.

Ibarat bensin untuk menggerakan mesin, pemilik nama lengkap Dariyah Soerodikoesoemo juga menggerakkan semua personil dapur untuk membagikan nasi ke semua pejuang. Selain mendirikan dapur-dapur umum, ia juga membuat pos tenda Palang Merah Indonesia (PMI) untuk merawat mereka-mereka yang berjuang dan terluka.

Profil Bu Dar Mortir

Dariyah Soerodikoesoemo atau yang terkenal dengan nama Bu Dar Mortir lahir di Surabaya pada tahun 1910. Ia menikah dengan seorang pedagang bernama Haji Abdul Karim dan mempunyai lima orang anak. Sebelum Perang Dunia II, ia menjalani kehidupan yang sederhana dan tenang. Akan tetapi, saat Jepang menduduki Indonesia, ia mulai terlibat dalam pergerakan kemerdekaan.

Setelah itu, ia bergabung dengan organisasi perempuan bernama Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan kesehatan. Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Bu Dariah merasa sangat gembira dan berharap bahwa Indonesia akan segera bebas dari penjajahan.

Namun, harapan tersebut pupus ketika pasukan Inggris atau sekutu datang ke Surabaya untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang. Akibatnya, terjadilah pertempuran hebat yang melibatkan dirinya di balik layar perjuangan pada bagian dapur-dapur umum.

Baca Juga: Biografi KH Samanhudi, Pengusaha Batik Asal Surakarta Pendiri Sarekat Dagang Islam

Sering Melempar Kunyahan Sirih Kepada Anak Buahnya

Ada satu hal yang unik dan menarik dari sosok Bu Dar Mortir. Perempuan gigih tersebut tidak pernah lepas dari susur alias tembakau yang dikulum dengan mulutnya setiap kali sedang beraktivitas. Julukan “Mortir” yang tertuju padanya sebenarnya merupakan sebutan untuk kebiasaannya yang suka melempar sirih kepada beberapa pejuang yang biasa meledeknya.

Selain itu, selama mengawasi jalannya proses penyediaan makanan di dapur umum, tidak jarang Bu Dar melemparkan susur yang telah dia kulum kepada anak buahnya yang menurutnya tidak cekatan.

Meskipun keahliannya bukan senjata, namun prinsip perjuangannya adalah “Orang dapat bekerja dengan tenang dan penuh semangat bila perut mereka kenyang”. Berkat prinsipnya, ia berhasil membantu para pejuang terbebas dari kelaparan.

Pioneer Dapur Umum dan Pendiri PMI di Masa Pertempuran

Sosok Bu Dar Mortir terkenal sebagai pioner dapur umum pada masa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Setiap hari, ia bersama anak buahnya menyiapkan makanan sebanyak 500-1000 bungkus nasi untuk para pejuang yang ikut berperang.

Dalam menyiapkan “jaminan” (sebutan makanan pejuang), para anggota dapur umum pimpinan Dar Mortir, rutin memasak nasi dan membuat lauk pauk serta membungkusnya dengan daun pisang. Ia memastikan semua pejuang mendapatkan bagian makanan tersebut dan melakukannya sebelum terbit matahari.

Ia terus mengawasi dengan ketat proses distribusi nasi-nasi bungkusnya, agar tidak ada makanan yang diterima para pemuda dalam keadaan basi.

Selain membuat dapur umum, Dar Mortir juga mendirikan dan mengorganisir pos-pos Palang Merah Indonesia (PMI) untuk merawat para pejuang yang terluka kala itu. Bahkan ia pernah merawat luka Bung Tomo dengan menggunakan obat tradisional.

Wanita pemberani ini juga memberikan semangat dan motivasi kepada Bung Tomo agar tidak menyerah. Berkat perawatannya, Bung Tomo berhasil sembuh dan kembali ke medan perang.

Demikianlah peranan Bu Dar Mortir untuk rakyat Surabaya kala pertempuran 10 November 1945 silam. Tokoh pionir dapur umum tersebut meninggal dunia pada tahun 1980 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa Surabaya. 

Baca Juga: Peran Katamso Darmokusumo, Pahlawan Asal Sragen

Berkat peran dan jasa-jasanya, Bu Dar Mortir memperoleh penghargaan Bintang Gerilya dari pemerintah Indonesia. Selain itu, pemerintah Surabaya juga mengabadikannya dalam bentuk monumen Tugu Pahlawan karena jasanya memang layak untuk dikenang sepanjang masa. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |