Di tengah pesatnya digitalisasi tahun 2025, sebuah komunitas di Jawa Barat tetap memilih hidup dalam kesederhanaan yang ekstrim namun bermakna. Adat istiadat Kampung Naga di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, tetap tegak berdiri sebagai benteng terakhir budaya Sunda asli yang menolak pengaruh modernisasi demi keseimbangan alam.
Bagi masyarakat setempat, menjaga adat istiadat bukan sekadar menjalankan rutinitas, melainkan bentuk kepatuhan kepada amanah leluhur.
Adat Istiadat Kampung Naga Tasikmalaya, Filosofi Hidup Sederhana
Masyarakat di kampung tersebut memegang prinsip Ulah Ngaleuwihan, Ulah Kurang (Jangan berlebihan, jangan kurang). Inilah alasan mengapa hingga hari ini:
Baca Juga: Warga Kampung Naga Tasikmalaya tidak Tahu Harga Beras Mahal, Ini Penyebabnya!
Tanpa Listrik: Warga tetap nyaman menggunakan lampu minyak di malam hari.
Tanpa Teknologi Modern: Penggunaan televisi atau alat musik elektronik tetap dilarang di dalam area pemukiman utama.
Bangunan Organik: Rumah panggung dari bambu dan atap ijuk tetap menjadi standar utama demi keamanan dari gempa dan kelembaban lembah.
Menghormati Hutan Larangan
Salah satu pilar penting dalam adat istiadat Kampung Naga adalah penghormatan terhadap alam melalui konsep “Hutan Larangan”. Siapaun tidak boleh masuk ke hutan ini, bahkan warga lokal sekalipun.
Larangan ini bukan sekadar mitos, melainkan kearifan lokal untuk menjaga sumber mata air dan mencegah tanah longsor di area lembah sungai Ciwulan.
Refleksi Akhir Tahun: Belajar dari Kesunyian
Menjelang pergantian tahun 2025, kunjungan ke Kampung Naga memberikan perspektif berbeda bagi masyarakat urban. Di saat dunia luar merayakan tahun baru dengan kebisingan, di dalam Kampung Naga, suasana tetap tenang dan sakral.
“Kami tidak anti kemajuan, kami hanya ingin menjaga amanat agar tidak kehilangan jati diri,” ungkap salah satu tokoh adat Kampung Naga saat ditemui di kediamannya.
Menjaga Etika saat Berkunjung
Bagi Anda yang ingin mempelajari lebih dalam mengenai adat istiadat Kampung Naga, ada beberapa aturan tidak tertulis yang wajib Anda pahami.
Izin Pemandu: Selalu gunakan pemandu lokal yang memahami batas-batas wilayah mana yang boleh pengunjung kunjungi dan foto.
Pantangan Hari: Terdapat hari-hari tertentu (biasanya Selasa, Rabu, dan Sabtu) dimana ritual adat dilakukan dan kunjungan orang luar sangat dibatasi.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Pembuatan Kapal Pinisi di Desa Tana Beru Bulukumba
Kesucian Bangunan: Tidak boleh menyentuh atau memasuki area Bumi Ageung (rumah besar) yang merupakan bangunan paling sakral di desa tersebut.
Keberadaan Kampung Naga di tahun 2025 adalah pengingat penting bagi kita semua tentang pentingnya menjaga akar budaya. Mempelajari adat istiadat Kampung Naga secara langsung akan memberikan kedamaian batin yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. (R3/HR-Online/Editor: Eva)

17 hours ago
8

















































