Indonesia merupakan negara keberagaman yang memiliki berbagai tradisi unik, termasuk munggahan. Sejarah tradisi munggahan berasal dari masyarakat Sunda yang berlangsung untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi ini menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat lokal sebagai simbol kebersamaan dan persaudaraan.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Sejarah Pela Gandong di Maluku
Mengenal Sejarah Tradisi Munggahan bagi Masyarakat Tanah Sunda
Munggahan merupakan tradisi turun temurun dari masyarakat Sunda yang berlangsung menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini memiliki perjalanan panjang yang berkaitan dengan masuknya Islam ke Indonesia.
Makna Tradisi Munggahan
Dalam penelitian berjudul “Perkembangan Tradisi Keagamaan Munggahan Kota Bandung Jawa Barat Tahun 1990-2020”, tradisi munggahan berasal dari kata unggah yang berarti kenaikan atau peningkatan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat masa lampau terhadap roh nenek moyang atau kerabat yang telah meninggal.
Kendati demikian, dalam studi lain tradisi munggahan berarti tanda kedatangan bulan Ramadhan. Pengertian munggah mengacu pada proses transformasi menuju kebaikan dari bulan Sya’ban ke bulan Ramadhan. Makna ini berkaitan dengan peningkatan kedalaman spiritual saat menjalani ibadah puasa.
Di samping itu, sejarah tradisi munggahan juga berarti perjalanan menuju tempat yang lebih tinggi. Hal ini menjadi lambang pencapaian spiritual yang lebih mulia saat memasuki bulan Ramadhan, sebagai momen penuh keberkahan.
Sejarah Munggahan
Tradisi munggahan sudah ada sejak abad ke-7, saat agama Islam mulai masuk ke Tanah Sunda. Saat itu, para pendakwah menggunakan tradisi lokal untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat.
Salah satu cara yang dilakukan yaitu mengaitkan tradisi munggahan dengan nilai-nilai dalam agama Islam. Oleh sebab itu, tradisi ini memiliki makna spiritual dan sosial yang cukup mendalam.
Melihat dari segi spiritual, munggahan menjadi momen penting untuk membersihkan diri dari segala dosa, sekaligus menyambut bulan suci Ramadhan. Dari segi sosial, munggahan menjadi ajang silaturahmi untuk mempererat hubungan antar keluarga, kerabat, dan tetangga.
Biasanya, tradisi munggahan berlangsung dengan berbagai kegiatan penting. Misalnya ziarah ke makam leluhur, membersihkan masjid atau mushola, memandikan diri, berkumpul bersama keluarga dan kerabat, atau menyantap hidangan khas.
Sejarah Munggahan bagi Penduduk Hinggil dan Handap
Sejarah tradisi munggahan memiliki makna filosofi yang melibatkan hubungan antara dua kelompok masyarakat. Salah satu kelompok masyarakat disebut sebagai penduduk hinggil yang menjadi keturunan langsung dari nenek moyang. Umumnya, penduduk hinggil tinggal di wilayah asal.
Kelompok lainnya disebut sebagai penduduk handap yang menjadi generasi paling muda. Dalam hal ini, penduduk handap telah berpindah tempat tinggal ke daerah perantauan.
Baca Juga: Sejarah Penamaan Bulan Masehi yang Dipakai untuk Mengikuti Kalender Gregorian
Penduduk hinggil berperan dalam menjaga keaslian budaya nenek moyang. Kelompok masyarakat ini dekat dan mampu berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan dan roh nenek moyang.
Sementara itu, penduduk handap bertugas sebagai pengembang ekonomi, sosial, dan politik. Kelompok masyarakat ini tidak memiliki akses langsung untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan roh nenek moyang, sehingga memerlukan mediasi dari penduduk hinggil.
Momen penting dalam sejarah tradisi munggahan berlangsung selama bulan Sya’ban. Masyarakat percaya bahwa pada bulan tersebut roh dari para leluhur yang telah meninggal berkumpul.
Masyarakat Sunda sering menyebut bulan Sya’ban sebagai Ruwah yang artinya roh. Momen ini berlangsung dengan kegiatan doa bersama untuk roh nenek moyang maupun anggota keluarga yang telah meninggal.
Tradisi munggahan menjadi momen sakral bagi penduduk hinggil maupun handap. Pasalnya, momen ini berlangsung sebagai kegiatan untuk berkumpul dan menghormati para leluhur.
Saat Islam masuk ke Tanah Sunda, tradisi munggahan berubah menjadi upacara penyambutan bulan suci Ramadhan. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini terus bertransformasi untuk menyesuaikan perubahan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
Tujuan Munggahan
Tradisi munggahan menjadi makna ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan kesempatan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan. Tradisi ini berlangsung dengan harapan agar puasa dapat berjalan dengan lancar dan menjauhkan diri dari berbagai perilaku buruk.
Momen tradisi munggahan bertujuan untuk membersihkan diri dari segala dosa yang telah dilakukan. Momen ini menjadi sarana untuk memupuk toleransi, saling menghormati, dan menjaga keharmonisan dalam hubungan antar masyarakat.
Baca Juga: Upacara Adat Tembuni, Tradisi Berkaitan dengan Kelahiran Anak
Sejarah tradisi munggahan memiliki makna penting yang berasal dari masyarakat di Tanah Sunda. Tradisi ini menjadi momen penting bagi masyarakat untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang penuh keberkahan. (R10/HR-Online)