Pegiat Demokrasi Jawa Barat Soroti Dugaan Inkonsistensi Konstitusi Pilkada Serentak 2024

2 months ago 21

harapanrakyat.com – Perjalanan Pilkada Serentak 2024 Kabupaten Bandung, Jawa Barat, seakan menjadi magnet perhatian praktisi hukum dan pegiat demokrasi Jawa Barat. Pegiat demokrasi memandang, penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu perlu bersikap tegas dan berpegang teguh pada aturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga : Antisipasi Petugas KPPS Kelelahan Saat Pencoblosan Pilkada, KPU Jawa Barat Upayakan Hal Ini!

Pegiat demokrasi Jawa Barat yang juga praktisi hukum, Acep Taufik menyoroti fenomena perjalanan Pilkada Serentak 2024 di Indonesia. Belum lama ini, lanjut Acep, suasana perhelatan perjalanan pesta demokrasi dikejutkan dengan adanya pemberitaan rekomendasi pembatalan paslon peserta Pilkada. Hal tersebut terjadi di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, yang membatalkan paslon Untung Tamsil dan Yohana Hindom. Selain itu, rekomendasi serupa terjadi di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, yang membatalkan paslon Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah.

Kedua paslon tersebut, lanjut Acep, terbukti melakukan pelanggaran Pasal 71 ayat (3) juncto ayat (5) Undang-undang Pilkada. Payung hukum itu terkait larangan bagi kepala/wakil kepala daerah tingkat provinsi dan kota/kabupaten menggunakan kewenangan program pemerintah yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Larangan itu berlaku dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan paslon hingga penetapan paslon terpilih.

“Berbeda halnya dengan Pilkada Serentak 2024 di Kabupaten Bandung. Enam bulan sebelum penetapan calon Bupati Bandung, petahana melantik pejabat di lingkungan Pemkab Bandung. Serta adanya dugaan penggunaan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Akan tetapi peristiwa hukum tersebut, yang bersangkutan tidak mendapatkan sanksi apapun dari penyelenggara Pemilu di Kabupaten Bandung,” ungkap Acep dalam keterangan resminya, Minggu (24/11/2024).

“Padahal beberapa pihak telah melakukan upaya pelaporan dan permohonan sengketa setelah penetapan petahana sebagai Cabup Bandung pada Pilkada 2024. Sehingga timbul pertanyaan, ada apa dengan penyelenggara Pemilu di Kabupaten Bandung? Apakah terdapat pengecualian wilayah dalam penegakan konstitusi Pemilu kita?,” Acep menambahkan.

Baca Juga : KPU Ciamis Apresiasi Kegiatan Bimtek Tanggap Darurat Bencana Jelang Pilkada

Awal 2024, KPU Keluarkan PKPU Terkait Jadwal Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024

Sejak Januari 2024, kata Acep, KPU mengeluarkan PKPU Nomor 2/2024 tentang tahapan dan jadwal Pilkada Serentak 2024. Dalam lampiran tersebut dan penjelasan, lanjut ia, sangat jelas dan tegas mengenai jadwal dan tahapan-tahapan Pilkada 2024.

“Otomatis Dadang Supriatna selaku Bupati Bandung, pastinya sudah mengetahui adanya PKPU itu. Apalagi beliau sendiri memutuskan untuk maju kembali sebagai petahana dalam Pilkada Serentak 2024 Kabupaten Bandung,” ujarnya.

Acep menuturkan, petahana pada 21 Maret 2024 menerbitkan SK Bupati Bandung Nomor 800.1.3.3/Kep.162-Bkpsdm/2024. SK Bupati Bandung tersebut berisi tentang perpindahan ke dalam jabatan administrasi di lingkungan Pemkab Bandung. Berselang beberapa pekan, petahana juga menerbitkan SK Bupati Bandung tentang pembatalan pelantikan pengangkatan dan perpindahan jabatan PNS di Pemkab Bandung.

Dengan kejadian ini, lanjut Acep, seharusnya menjadi catatan bagi KPU dan Bawaslu Kabupaten Bandung sebagai penyelenggara Pilkada Serentak 2024. Acep menilai, petahana dianggap melabrak Undang-undang Nomor 10/2016 pasal 71 ayat 2. Dalam aturan itu melarang kepala/wakil kepala daerah melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan. Kecuali mendapat persetujuan tertulis Mendagri.

“Di sini yang menarik perhatian saya. Apa mungkin penyelenggara Pemilu di Kabupaten Bandung tidak tahu jika petahana akan maju lagi di Pilkada? Padahal ada lanjutan lagi dalam Undang-undang 10 tahun 2016 itu, yaitu pasal  71 ayat 5. Dalam aturan ini, KPU bisa memberi sanksi pembatalan sebagai calon kepada petahana yang maju di Pilkada,” tuturnya.

Pihaknya pun mengaku hanya memberikan pandangannya terkait kejadian yang terjadi menyikapi perjalanan Pilkada di Kabupaten Bandung. Ia juga tidak bisa mengintervensi keputusan KPU dan Bawaslu terkait hal ini. Namun ia berpendapat, seyogyanya KPU dan Bawaslu Kabupaten Bandung lebih teliti dan berpegang teguh pada aturan perundang-undangan negara.

“Saya khawatir, jika hal ini terus berlanjut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Selain itu, dapat menimbulkan kerugian diskriminasi penegakan hukum  yang nyata secara langsung dan merusak tatanan demokrasi di Kabupaten Bandung,” tuturnya. (Ecep/R13/HR Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |