Fosil Laut di Himalaya Ungkap Asal Usul Pegunungan Tertinggi di Dunia

11 hours ago 7

Penemuan fosil laut di Himalaya menjadi salah satu bukti paling menarik dalam sejarah geologi modern. Fosil-fosil tersebut, seperti kerang, amonit dan lili laut, peneliti temukan pada ketinggian ribuan mdpl, termasuk sekitar Gunung Everest. Keberadaannya menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana sisa makhluk laut bisa berada pada puncak dunia? Jawaban dari misteri ini membawa pada pemahaman tentang pergerakan benua, tabrakan lempeng tektonik dan sejarah panjang pembentukan Pegunungan Himalaya.

Baca Juga: Dinosaurus Patagotitan Mayorum, Raksasa Prasejarah Pemegang Rekor Hewan Darat Terbesar di Dunia

Penemuan Fosil Laut di Himalaya

Catatan ilmiah mengenai fosil laut di Himalaya pertama kali muncul pada awal abad ke-20. Dalam ekspedisi tahun 1924, ahli geologi Noel Odell menemukan batu kapur berisi fosil di lereng Gunung Everest. Temuan itu menimbulkan keheranan besar kalangan ilmuwan. Batu kapur tersebut ternyata bukan hasil aktivitas vulkanik, melainkan batuan sedimen laut yang berasal dari dasar samudra purba.

Lapisan batuan Himalaya sebagian besar tersusun dari batu kapur, serpih dan pasir laut yang mengandung fosil organisme laut mikroskopis seperti foraminifera dan brachiopoda. Bukti ini menunjukkan bahwa wilayah yang kini menjadi pegunungan tertinggi di dunia dulunya adalah dasar laut, tenang dan hangat.

Salah satu contoh terkenal adalah “Batu Kapur Qomalongma” pada puncak Gunung Everest. Batuan ini berasal dari Zaman Ordovisium, sekitar 450 juta tahun lalu, lalu mengandung fosil trilobita, ostracod serta crinoid. Temuan tersebut memperkuat teori bahwa Himalaya terbentuk dari batuan sedimen yang terangkat akibat pergerakan kerak bumi.

Dari Samudra Tethys ke Pegunungan Himalaya

Dari penemuan fosil laut di Himalaya ini, sekitar 200 juta tahun lalu, wilayah Himalaya merupakan bagian dari Samudra Tethys. Ini merupakan lautan luas yang membentang antara benua India dan Eurasia. Ketika makhluk laut mati, sisa tubuhnya mengendap pada dasar laut dan membentuk lapisan sedimen. Seiring waktu dan tekanan, endapan tersebut berubah menjadi batuan sedimen yang kini menjadi fondasi Pegunungan Himalaya.

Baca Juga: Menguak Fakta Dilophosaurus Beracun dan Gambaran Aslinya

Proses perubahan besar berawal ketika Lempeng India bergerak ke utara dengan kecepatan beberapa sentimeter per tahun. Pergerakan ini terjadi setelah terpisah dari superkontinen Gondwana. Sekitar 50 juta tahun lalu, lempeng ini bertabrakan dengan Lempeng Eurasia. Karena kerak benua tidak cukup padat untuk tersubduksi, kedua lempeng saling menekan dan melipat lapisan batuan antara mereka.

Akibatnya, dasar Samudra Tethys terangkat ribuan meter ke atas permukaan laut, membentuk barisan Pegunungan Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet. Proses ini terkenal sebagai orogeni, yakni pembentukan pegunungan akibat gaya kompresi tektonik.

Bukti Geologi dan Paleontologi

Berbagai penelitian geologi modern, termasuk dari IUGS dan USGS, menunjukkan bahwa batuan Himalaya memiliki urutan lapisan yang jelas. Mulai dari endapan laut dalam hingga sedimen daratan. Lapisan batuan ini menceritakan perjalanan panjang perubahan lingkungan dari dasar laut menuju puncak pegunungan.

Himalaya bagian barat, fosil amonit, belemnit dan bahkan reptil laut seperti Himalayasaurus tertanam dalam batuan sedimen. Fosil-fosil tersebut berasal dari periode Trias hingga Mesozoikum. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa laut purba pernah menutupi wilayah tersebut.

Namun, sejarah penelitian Himalaya juga terdapat kontroversi. Pada 1980-an, tuduhan melayang ke ilmuwan India Vishwa Jit Gupta, yaitu memalsukan data fosil yang diklaim berasal dari Himalaya. Setelah penyelidikan, banyak publikasinya ditarik karena sebagian fosil ternyata berasal dari luar kawasan tersebut. Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya verifikasi ilmiah dalam penelitian geologi.

Proses yang Masih Berlangsung

Meskipun tabrakan antara Lempeng India dan Eurasia berawal puluhan juta tahun lalu, pengangkatan Himalaya masih berlangsung hingga kini. Pengukuran GPS modern menunjukkan bahwa beberapa wilayah Nepal dan Tibet terus naik sekitar 1-5 milimeter per tahun. Fenomena ini menunjukkan bahwa Pegunungan Himalaya belum selesai tumbuh, melainkan masih aktif secara tektonik.

Selain menjadi saksi sejarah bumi, pegunungan ini juga memengaruhi iklim, pola aliran sungai besar Asia serta sistem ekologi sekitarnya. Perubahan ketinggian dan aktivitas tektonik yang terus terjadi menjadikan Himalaya laboratorium alam unik untuk memahami dinamika kerak bumi.

Baca Juga: Mengenal Whale 52, Paus Paling Kesepian di Dunia

Fosil laut di Himalaya tidak hanya menjadi penanda masa lalu, tetapi juga bukti konkret betapa dinamisnya planet ini. Dari dasar Samudra Tethys hingga puncak Everest, perjalanan geologis tersebut menggambarkan kekuatan luar biasa dari pergerakan lempeng bumi. Penemuan fosil laut di Himalaya ini mengungkap bahwa bahkan tempat tertinggi sekalipun, tersimpan kisah panjang tentang kehidupan purba di laut tropis yang tenang. Ini sebuah warisan alam yang terus mengingatkan tentang perubahan abadi muka bumi. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |